Jakarta, AWGnews – Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia meminta pemerintah Israel bertanggung jawab penuh atas kehidupan tahanan Palestina yang dianiaya dan disiksa. Ia menilai, tahanan rakyat Palestina adalah sasaran kebrutalan yang terperogram.
“Kedubes Negara Palestina di Republik Indonesia meminta pemerintah Israel bertanggung jawab penuh dan responsif atas kehidupan para tahanan heroik kami dikarenakan penganiayaan dan penyiksaan yang rakyat kami alami serta menanggung secara penuh atas akibat di seluruh area konflik. Kami menilai bahwa tahanan kami adalah sasaran kebrutalan yang terperogram,” ujar Dubes Palestina, Zuhair Al-Shun dalam keterangan pers yang diterima Aqsa Working Grup (AWG) pada Selasa (30/8).
Kedubes Palestina mengutuk keras kampanye penindasan, pelecehan, dan penargetan secara terus-menerus oleh Israel terhadap tahanan heroik Palestina di dalam penjara, serta upaya untuk mematahkan dan mengendalikan kesadaran rakyat Palestina.
“Israel menganggapnya sebagai perpanjangan dan tindak lanjut dari perang pendudukan terbuka terhadap rakyat kami dan juga terhadap hak-hak rakyat kami yang adil dan sah,” ujar Dubes Zuhair.
Terkait hal ini, Kedubes Palestina menyerukan kepada masyarakat internasional dan seluruh kalangan di dunia untuk ikut serta mengecam tindakan pendudukan ini dan tindakan memperlakukan rakyat Palestina sebagai tawanan perang yang sesuai Konvensi Jenewa.
Kedubes Palestina juga menuntut penghentian kebijakan penahanan administratif dan pembebasan narapidana wanita, orang sakit, orang tua, serta anak-anak.
“Kami mengajak kepada seluruh elemen di dunia untuk ikut serta menuntut kembali hak-hak para tahanan kami dan memaksa mereka untuk kembali ke perjanjian yang telah ditandatangani sebelumnya, yang mana telah dinyatakan bahwa tindakan pendudukan secara represif harus ditolak,” demikian bunyi pernyataan tertulis Kedubes Palestina.
Pernyataan itu keluar menyusul kasus tahanan Palestina, Khalil Awawdeh yang menjadi sorotan publik. Pria berusia 40 tahun ini telah melakukan mogok makan selama 170 hari secara terus menerus.
Awawdeh ditahan pada 27 Desember tahun lalu di dekat Hebron, Tepi Barat selatan. Sejak saat itu, dia menjadi sasaran pelecehan oleh otoritas penjara, seperti kurungan isolasi.
Israel mengeluarkan perintah untuk memperbarui penahanan administratifnya untuk jangka waktu empat bulan dari 26 Juni hingga 25 Oktober, meskipun kondisi kesehatannya sangat kritis.
Jakarta, 3 Shafar 1444 H/ 30 Agustus 2022