Berita, Kegiatan

AWG Kunjungi MAPIM, Cikgu Azmi Tekankan Disiplin dan Perspektif Global

Oleh: Ketua AWG Wilayah Jawa Barat, Ahmad Abdullah

Sebanyak 16 personel Aqsa Working Group (AWG) yang terdiri atas anggota presidium, pengurus pusat, dan pengurus wilayah berkunjung ke kantor MAPIM di Shah Alam, Malaysia pada 25 Agustus 2025.

MAPIM merupakan singkatan dari Majlis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia, sebuah lembaga yang bertujuan menyelaraskan upaya kemanusiaan, memperjuangkan hak asasi manusia, serta mewakili suara masyarakat Islam. Dalam kunjungan ini, rombongan AWG berkesempatan bertemu langsung dengan Presiden MAPIM, Cikgu Mohd Azmi.

Dalam pertemuan tersebut, pengurus AWG banyak mendapat nasihat dari Cikgu Azmi mengenai peran LSM/NGO Muslim dalam memahami peta konflik, baik di tingkat lokal maupun global.

Sejarah MAPIM dan Peran Aktivis Kemanusiaan

MAPIM didirikan pada tahun 2006 dengan tujuan melakukan penilaian terhadap kedudukan dan perkembangan Islam di Malaysia setelah 50 tahun merdeka. MAPIM memiliki dua program kerja utama:

1. Tahrir (pembebasan/bantuan untuk masyarakat non-Muslim).

    Relief: pemberian bantuan kepada korban bencana dan perang.

    Resolusi Konflik: upaya menghentikan konflik di 27 negara.

    2. Tagrir (pengelolaan isu-isu internal umat Islam).

    Program ini mencakup politik, urusan domestik, pendidikan, kesehatan, serta pembinaan generasi muda, dengan 17 agenda yang didistribusikan ke dalam beberapa bidang kerja.

    Salah satu contoh nyata upaya resolusi konflik yang telah dilakukan MAPIM adalah penyelesaian masalah kemanusiaan terkait penindasan Rohingya di Myanmar, konflik di Thailand Selatan, serta konflik di Mindanao. Menurut Cikgu Azmi, umat Islam harus mengambil peran penting dalam mendamaikan bukan hanya sesama Muslim karena ikatan akidah persaudaraan, tetapi juga antara Muslim dan non-Muslim dalam konteks peperangan. Umat Islam seharusnya menjadi teladan sekaligus garda terdepan dalam mewujudkan perdamaian lokal, regional, maupun global.

    Selain itu, Cikgu Azmi selaku Presiden MAPIM juga aktif menulis buku dan open letter (surat terbuka atas nama kemanusiaan) yang ditujukan kepada 33 pemimpin dunia, di antaranya Xi Jinping, Vladimir Putin, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Cyril Ramaphosa, Paus Fransiskus, Dalai Lama, hingga tokoh publik seperti Cristiano Ronaldo dan Angelina Jolie. Selain melalui surat, ia juga kerap berdiskusi langsung dengan para pemimpin negara seperti Lawrence Wong (Singapura), Sultan Hassanal Bolkiah, Kofi Annan, Antonio Guterres, dan lain-lain.

    Cikgu Azmi menekankan bahwa aktivis kemanusiaan harus mampu menulis dan berinteraksi dengan para tokoh dunia. Oleh karena itu, wawasan global dan kapasitas intelektual harus terus diasah agar mampu menempatkan diri dalam medan konflik internasional. Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah membiasakan diri menjalin komunikasi dengan para diplomat di kedutaan besar di Jakarta, dimulai dari negara-negara Arab, non-Arab, hingga Barat.

    Cikgu Azmi juga mengingatkan agar umat Islam tidak kalah dengan kelompok Yahudi. Di kompleks PBB di New York, terdapat sebuah gedung Jewish Center berlantai delapan yang selalu aktif selama 24 jam tanpa henti. Komite-komite di PBB pun telah banyak dipengaruhi oleh mereka. Karena itu, tidak heran jika mereka mampu menguasai panggung dunia. Inilah yang disebut sebagai “kebatilan yang tersusun”. Maka dari itu, beliau menekankan tiga syarat utama agar sebuah LSM/NGO dapat maju dan berhasil: disiplin, disiplin, dan disiplin. Ia mencontohkan Singapura yang meski kecil, mampu menjadi salah satu negara maju di dunia karena bebas dari korupsi serta dijalankan dengan disiplin dan profesionalisme yang tinggi.

    Nasihat Cikgu Azmi Khusus untuk AWG

    AWG adalah organisasi yang berfokus pada pembebasan Masjid Al-Aqsa. Namun, perlu diingat bahwa Masjid Al-Aqsa bukan sekadar bangunan masjid, melainkan simbol marwah dan akidah umat Muslim. Oleh karena itu, hal yang perlu dimantapkan oleh para pengurus AWG adalah perspektif terhadap realitas umat dan realitas dunia. Kita harus tajam dan mendalam dalam memahami pergerakan politik serta aktor-aktor dunia (selain Zionis) yang berperan besar dalam mengatur tatanan dunia. Dengan perspektif yang tajam, diharapkan AWG dapat lebih seksama dalam menyusun peta jalan perjuangan dan memiliki kejelasan arah gerak.

    Selain itu, AWG harus memiliki sistem kaderisasi. Para pengurus harus memahami sejarah umat Islam sejak zaman nubuwwah, Khulafaur Rasyidin, kemudian masa Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Utsmaniyah, Andalusia, Moghul, hingga Nusantara. Dengan demikian, selain kuat dalam perspektif realitas dunia saat ini, pengurus AWG juga harus kuat dalam perspektif sejarah: melihat apa saja kelemahan dan kekuatan umat sepanjang perjalanan sejarah.

    Tanah Melayu, misalnya, dijajah empat bangsa (Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang) selama 446 tahun. Kesultanan Islam Malaka hanya bertahan selama 111 tahun sebelum akhirnya runtuh oleh Portugis. Mengapa Kesultanan Malaka bisa runtuh? Karena adanya pengkhianatan dari dalam. Di Gaza, dari sekian banyak korban dalam peperangan, ada pula sebagian yang terbunuh oleh Hamas. Mengapa? Karena ada warga yang menjadi agen Israel. Ismail Haniyah ketika berkunjung ke Iran tinggal di hotel dengan pengamanan ketat, namun tetap terbunuh oleh serangan roket tepat di kamarnya. Mengapa bisa demikian? Karena ada orang Iran yang dibayar Zionis untuk memasang peralatan pengintai yang tidak terdeteksi oleh sekuriti. Semua episode sejarah ini mengajarkan bahwa kita harus selalu waspada terhadap pengkhianatan dari dalam.

    Selain itu, gerakan kita harus betul-betul membumi. Jangan sampai ada umat yang tidak kita layani karena kita hanya fokus pada Al-Aqsa. Sebab, gerakan Islam harus berprinsip pada risalah: menyebar kebaikan kepada Muslim maupun non-Muslim, serta menjadi pemecah masalah.

    Kisah Spiritualitas

    Beberapa waktu lalu, saat berkunjung ke Masjid Al-Aqsa, Cikgu Azmi shalat di Masjid Al-Qibli. Beliau duduk, membaca Al-Qur’an, dan merenung di area yang diyakini sebagai tempat Rasulullah SAW menjadi imam bagi roh para nabi dan rasul terdahulu. Ia berdoa kepada Allah, “Ya Allah, Mengapa umat Islam dibiarkan begini, padahal kami shalat dan membaca Al-Qur’an?”

    Lalu mushaf Al-Qur’an terbuka pada Surah Al-Baqarah ayat 142–145 yang berbicara tentang kiblat. Rupanya, ada empat makna kiblat:

    1. Kesatuan

    2. Kepemimpinan

    3. Kedaulatan

    4. Rujukan

    Keempat hal ini kini hilang dalam kehidupan umat Islam. Kesatuan hancur, kepemimpinan lemah, kedaulatan dirampas, dan rujukan tidak lagi Al-Qur’an dan Sunnah, melainkan Washington, Moskow, Beijing, Vatikan, atau Jenewa. Ketika umat kehilangan kiblat, maka tugas kita adalah mengarahkan kembali umat dan menjadi pengukir sejarah baru.

    Kisah dari Gaza

    Cikgu Azmi menceritakan kedekatannya dengan keluarga Ismail Haniyah. Ketika anak dan cucu Haniyah terbunuh, ia menelpon Haniyah yang saat itu berada di Istanbul. Cikgu ingin mengucapkan belasungkawa, tetapi yang terucap dari Haniyah hanyalah, “Alhamdulillah, hasbunallahu wa ni‘mal wakil.” Suaranya tenang, tidak bergetar.

    Di kantor Haniyah terdapat papan bertuliskan jarak antara kantor tersebut dengan Masjid Al-Aqsa. Papan itu dipasang sebagai pengingat bahwa Masjid Al-Aqsa belum terbebaskan. Menurut Cikgu, papan jarak seperti ini sebaiknya dipasang juga di setiap masjid dan rumah kita agar kita selalu teringat tentang perjuangan pembebasan Al-Aqsa.

    Selain itu, Cikgu memiliki kenalan di Gaza bernama Adawiyah. Suaminya telah syahid. Saat rumahnya dibom, ia dan ketiga anaknya tidak makan selama beberapa hari karena tidak berani keluar. Ketika Adawiyah sadar, ia sudah berada di rumah sakit. Spontan ia bertanya kepada dokter, “Di mana anak-anak saya?” Dokter menjawab, “Ibu jangan khawatir, anak-anak sedang kami rawat.” Padahal sebenarnya anak-anaknya sudah wafat. Dokter hanya ingin menenangkan hati Adawiyah karena ia harus diamputasi tanpa anestesi—obat bius di rumah sakit sudah habis.

    Adawiyah berkata, “Tidak apa-apa, beri saya mushaf Al-Qur’an. Saat saya membaca, amputasi tangan saya.” Benar saja, ketika ia membaca Al-Qur’an, ia tertidur, dan operasi berjalan. Setelah selesai, ia terbangun dan berkata kepada dokter:“Dokter, Anda tidak perlu memberitahu kondisi anak saya. Saya tahu mereka sudah meninggal. Tadi Allah menidurkan saya, dan dalam mimpi saya melihat anak-anak saya sedang makan di surga. Sekarang saya sudah tenang.”

    Penutup

    Kunjungan AWG di kantor Presiden MAPIM diakhiri dengan sesi foto bersama serta penandatanganan buku karya Cikgu Azmi yang berjudul Kehancuran Zionis. Setelah itu, para pengurus AWG melanjutkan perjalanan untuk berkunjung ke lokasi lain, sebelum akhirnya bersiap kembali pulang ke Indonesia.***