Jurnalis perempuan Inggris yang ceritanya sempat menjadi perbincangan dunia internasional paska ditahan Taliban pada 2001, menceritakan kembali pengalaman spiritualnya memeluk Islam justru setelah bertemu dengan kelompok yang disebut “teroris” oleh negara Amerika Serikat tersebut.
Dalam forum webinar bersama Aqsa Working Group, Yvonne justru mulai merasakan ada banyak kesalahfahaman mayoritas masyarakat dunia terhadap Islam, terutama dirinya sendiri yang tumbuh sebagai Katholik dan banyak berburuk sangka di awal perjumpaan dirinya dengan Taliban.
Awal mula dirinya berada di Afghanistan adalah sejak peristiwa 9/11 di Amerika Serikat yang menuduh Al-Qaeda berada di balik serangan. Yvonne mengatakan dirinya berada di Afghanistan tanpa paspor dan visa, jadi secara hukum dirinya masuk dengan ilegal, hanya demi mendapatkan informasi terdepan yang belum didapatkan media lain paska serangan.
Yvonne juga berniat meliput kehidupan warga di bawah Taliban dengan anggapan akan mendapatkan informasi lengkap untuk dikabarkan kepada dunia. Namun dalam upaya ini, perempuan tersebut malah tertangkap Taliban dan di tahan selama 11 hari.
Saat pertama ditahan, dirinya sempat berpikir tidak akan hidup lebih lama lagi, karena membawa stigma seperti halnya orang-orang luar lainnya tentang mereka. Bahkan pada awal interogasi, beberapa orang Taliban selama bertanya tidak pernah menatap langsung ke arah Yvonne, mereka justru menatap langit-langit atau kadang ke bawah.
Sikap Mengejutkan Taliban
“Setelah pada hari ke-6 saya bertanya kenapa, ternyata mereka menjawab itu adalah bentuk penghormatan kepada wanita dalam Islam. Di sinilah awal saya merasa ada kesalahpahaman. Saya kira mereka tidak melihat saya karena tidak mau merasa bersalah melihat calon orang yang akan mereka bunuh nanti, seperti di film-film Holywood,” ujar Yvonne sambil sedikit tertawa mengenang hal tersebut.
Selain itu, ada banyak sangkaan Yvonne yang dipatahkan selama masa penahanan tersebut. Selama penahanan pun Yvonne diperlakukan layaknya tamu, bukan seperti tahanan. Padahal, dirinya sempat berpikir tidak akan bertahan hidup sehari saja,
Pada saat itu pula, para pejuang Taliban menawarkan Yvonne untuk masuk Islam. Namun perempuan itu menolak dan mengatakan akan mempelajarinya terlebih dahulu. Tidak lama, Yvonne dibebaskan dengan dasar kemanusiaan.
“Kalau ada yang bertanya siapa yang paling senang terbebas saat itu, yang paling senang adalah Taliban, karena para pria itu tidak suka harus sering bertemu (berkhalwat) dengan saya perempuan,” katanya sambil tertawa.
Sebagaimana janjinya kepada Taliban, Yvonne memutuskan untuk mempelajari Islam. Meskipun hal itu bukan merupakan alasan utama, Yvonne merasa harus menambah wawasan tentang Muslim karena dirinya merasakan ada banyak kesalahpahaman selama ini. Apalagi dia sebagai jurnalis harus terbiasa dengan informasi berimbang.
“Setelah mempelajari saya masuk Islam dua tahun kemudian, saya pikir ini adalah perjalanan wawasan akademik saya, namun ternyata ini adalah perjalanan spiritual saya,” tambahnya.
Respon Keluarga
Sebagaimana pada umumnya, respon keluarga dan teman-teman Yvonne pun beragam setelah mengetahui dirinya masuk Islam. Ada yang merasa tidak aneh dan mendukung, ada yang menentang, bahkan mayoritas mereka berpendapat Yvonne telah dicuci otaknya oleh Taliban.
“Sebagian ada yang mengatakan saya mengalami Sindrom Stockholm. Saya pikir kalau orang terkena ini harus ada ikatan antara si baik dan jahat. Tapi di kasus saya tidak ada ikatan, bahkan komunikasi dengan Taliban pun saya hampir jarang selama masa tahanan, karena mereka tidak suka bersama perempuan (bukan mahram),” katanya.
Pandangan tentang Taliban
Menurut Yvonne, Taliban yang memimpin Afghanistan saat ini punya PR besar untuk mewujudkan apa yang telah mereka sampaikan dalam konferensi pers perdana mereka setelah mengambil alih pemerintahan.
Dalam konferensi pers tersebut, Taliban menjanjikan akan membangun negara inklusif, menghormati martabat wanita dan memimpin secara adil dan merata.
“Satu hal yang saya tahu tentang mereka, mereka tidak pernah berbohong. Mereka akan mengatakan hal jujur. Bahkan jika mereka telah melakukan penyerangan mereka akan mengatakannya, dan berkata tidak jika tidak melakukannya. apa pun itu. Kita tinggal tunggu saja janji mereka,” ujarnya kepada para peserta Webinar yang hadir dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Webinar ini diselenggarakan berkaitan dengan banyaknya informasi negatif yang disiarkan mayoritas media massa mengenai kepemimpinan Afghanistan yang diambil alih Taliban tanpa aksi kekerasan dan pertumpahan darah.
Webinar juga menghadirkan Pembina AWG Yakhsyallah Mansur, Redaktur Republika Andi Nur Aminah, Jurnalis Senior Yvonne Ridley, dan Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad.
Video selengkapnya dapat di simak melalui Al Jamaah Tv: https://youtu.be/RqazmZ02TF8