Artikel

Mengenal Mualaf Aktivis Pro-Palestina

Oleh Angga Aminudin (Kabid Humas Aqsa Working Group)

ADALAH Lauren Booth, seorang jurnalis sekaligus aktivis perdamaian dunia kemanusiaan yang pro-Palestina dari London, Inggris. Namanya sempat menjadi sorotan publik dunia  tatkala Lauren memutuskan sebagai seorang mualaf. Bulat dengan keputusannya, Lauren pun turut mengubah penampilannya dengan mengenakan hijab. Lahir pada 22 Juli 1967, perempuan berusia 56 tahun ini merupakan adik ipar dari mantan perdana Menteri Inggris, Tony Blair. Cherie Blair, istri Tony Blair, merupakan kakak tiri dari Lauren Booth.

Masuk Islam pada tahun 2010. Perjalanan Lauren menjadi seorang muslim cukup menarik, karena sebelumnya dia sangat membenci Islam. Dalam sebuah video yang dia unggah ke YouTube, Booth bercerita pertama kali mengetahui Islam melalui serangan teroris di World Trade Center, pada (9/11) silam. Tragedi tersebut kata Booth, menjadikan Islam sebagai agama yang menakutkan. Menurutnya, Islam selalu identik sebagai perang dari Barat. Namun pada saat itu, dia memahami bahwa tragedi di WTC bukanlah ulah semua umat muslim, melainkan ulah sekelompok teroris yang kebetulan beragama islam.

Selama menjadi seorang jurnalis, Booth telah menemukan banyak hal baru, dan mengunjungi berbagai wilayah konflik, seperti Palestina. Dalam perjalanannya di negara konflik itu, Booth justru merasakan kedamaian dari warga sipil yang menjadi korban perang. Dia kemudian menceritakan pengalamannya mengenal Islam pada tahun 2008 tepatnya saat bulan Ramadan, ketika dia menjadi relawan di Palestina. Di negara konflik itu, Booth justru mendapatkan perlakuan baik dan merasakan kedamaian.

“Pernah waktu itu di bulan Januari, aku enggak tahu kalau di Timur Tengah musim dingin. Jadi aku enggak punya jas hujan. Aku ingat waktu itu berjalan di wilayah Ramallah. Lalu ada wanita tua berhijab melihatku dan berkata sesuatu dalam bahasa Arab, lalu dia mencengkeram lenganku. Aku bergumam sambil meringis dalam hati, sempat mengira jika wanita tua itu akan menculikku. Oke, jadi ini penculikan nenek-nenek? inikah yang terjadi? Terus dia menatap aku dari atas sampai bawah, tidak lama dia mengambil jas hujan besar, lalu dipakaikan ke badanku, sambil mengatakan ‘ya Allah’.” Wanita tua tersebut ternyata tidak menyukai orang asing. Kemudia wanita tua itu memberikannya nomor telepon. “Aku disuruh berjalan dengan coat ini, jadi dia ini katanya tidak tahan ada orang asing di kotanya dan kedinginan, sementara dia punya coat di lemarinya.” katanya terharu.

Tidak hanya kebaikan itu, Lauren Booth juga merasakan kedamaian selayaknya seseorang yang betul-betul beriman. Ia bahkan mengungkapkan kisahnya saat benar-benar ingin mempelajari Islam. Kemudian pada suatu malam di bulan Ramadan, Lauren Booth sempat mengunjungi keluarga yang sangat miskin di sebuah tenda pengungsian daerah Raffa. Tenda tersebut merupakan tempat asal Faris Odeh, bocah Palestina yang ditembak mati oleh Pasukan Pertahanan Israel pada tahun 2000. Ketika Lauren masuk ke dalam rumah itu, hanya terdapat satu ruangan dengan lantai dan tembok semen dengan kondisi kosong. Di sana hanya terdapat matras lusuh, yang satu keluarga gunakan. Dia lalu bertanya kepada si ibu, mengapa dalam kondisi perang seperti ini mereka masih berpuasa.

“Kalian bilang Tuhan membuat kalian hidup tanpa makan selama 30 hari, tapi di hari 31 kalian sudah tidak punya makanan. Tuhan bikin kalian haus selama 30 hari dan pada hari 31 kalian cuma punya air keruh bahkan tidak ada sama sekali. Apa tujuannya? Kenapa kalian puasa?” tanya Booth yang merasa bingung. Ibu itu kemudian menatapnya dan memberikan jawaban yang membuat Booth semakin tertegun. “Saya berpuasa di bulan Ramadan untuk mengingat (kesusahan) orang miskin,” jawab ibu itu. Mendengar jawabannya si ibu, pikiran Booth menjadi semakin berputar, “Aku tidak mengerti. Dia tidak punya apa-apa tapi bisa berpuasa untuk mengingat (susahnya) orang lain? Bagaimana dia mengingat kemiskinan orang lain sementara dia sendiri tidak punya apa-apa?,” katanya bertanya-tanya dalam hati.

Peristiwa itu, membuat Lauren Booth semakin memikirkan tentang tuhan, mempelajari Islam dan akhirnya menjadi Muslim. Menurutnya, justru kondisi seperti inilah yang sebenarnya kaum beragama rasakan. Dalam kondisi seperti ini, ibu dan keluarganya masih mempercayai kasih sayang dari Tuhannya, dan mengingat sesama umat manusia.

“Kalau ini Islam, jadikan aku muslim, karena di sana benar-benar ada keimanan di mana kamu percaya dengan Tuhan. Bisa tetap merasa bersyukur ketika Tuhan tidak memberikanmu apapun di hari itu. Kalau di sana ada iman, di mana kamu punya mangkok berisi makanan dan memberikannya ke orang asing, wow ya Tuhan. Harusnya (beriman) seperti ini,” ugkapnya.

Subhanallah, dari salah satu potret kehidupan orang Palestina yang dilihatnya secara langsung menunjukkan hidayah Islam untuk seorang Lauren Booth.

Wallahu a’lam bishawab