Pendiri bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC) Abdurrahman Sony Sugema wafat di usia ke-51 tahun pada Ahad (31/1). Sony menghembuskan nafas terakhir akibat penyakit jantung yang dideritanya selama dua tahun ke belakang.
Adik almarhum, Tomy Djatnika (50 tahun) menyebutkan sebelum menghembuskan nafas terakhir, almarhum sempat menjalani operasi pertama pemasangan ring di pembuluh darah jantungnya pada Jumat (29/1) lalu. Namun, dua hari berselang, Sony meninggal meskipun kondisinya sempat membaik pascaoperasi.
“Jam 3 subuh dia bangun, mau shalat tahajud, dia shalat di kasur. Dikira shalat ternyata sudah nggak ada. Meninggal antara jam 3-5 pagi minggu pagi,” kata Tomy di rumah duka di Jalan Babakan Priangan V No. 7, Regol, Kota Bandung, Jawa Barat, Ahad (31/1).
Dikutip dari laman Republika.co.id, menurut adiknya, ada enam pembuluh darah yang tersumbat di jantung alamarhum. Karena itu, operasi pemasangan ring pun harus dilakukan secara bertahap.
Ia menuturkan pascaoperasi, almarhum memang sempat batuk-batuk. Setelah diperiksa, batuk tersebut bersumber dari cairan yang mengendap di ginjal. Cairan itu diketahui merupakan obat yang sebelumnya diminum saat berobat ke Jakarta.
Pembela Al-Aqsha dari Bandung[divider style=”soften”]
Bukan sekedar tokoh yang pakar di bidang IT dan pendidikan, Sony termasuk satu dari sekian banyaknya pembela Masjid Al-Aqsa di masa kini.
Ketika Jama’ah Muslimin (Hizbullah) mendeklarasikan Perang Pembebasan Al-Aqsha pada 2006, Sony sebagai pemimpin wilayah Jawa Barat menjadi salah satu tokoh yang begitu loyal menyerahkan waktu, tenaga dan tidak sedikit hartanya untuk perjuangan dalam upaya pembebasan Al-Aqsha dari cengkeraman zionis Yahudi, Israel.
Hanya Allah dan Sony yang tahu, sudah berapa banyak harta yang ia nafkahkan dalam perjuangan itu. Bahkan di kalangan umat di Jama’ah Muslimin (Hizbullah), ia disebut “pom bensin”, dalam arti pom yang mengucurkan dana untuk perjuangan di jalan Allah.
Berikut ucapannya pada saat acara “Pendalaman Al-Aqsha dan Palestina” di Bandung pada 2009:
“Setelah saya melaksanakan umrah dari Makkah, saya langsung menuju Mesjid Al-Aqsa. Perbedaannya begitu mencolok, karena di Makkah kalau salat harus berdesak-desakan, sedangkan di Masjid Al-Aqsa sangat menyedihkan, karena lengang dan hanya diisi dua shaf saja dan dijaga oleh orang-orang Zionis Israel. Maka saat itu saya bersumpah untuk bisa mengembalikan Al-Aqsha ke pangkuan kaum Muslimin.”
Pada 2012, Jama’ah Muslimin (Hizbullah) mengadakan Konferensi Internasional Pembebasan Masjid Al-Aqsa di Bandung, di wilayah kepemimpinannya.
Sebagai wujud langkah nyata dari upaya pembebasan Masjid Al-Aqsa dan kelanjutan dari hasil konferensi, Sony juga turut sebagai pendiri Kantor Berita Islam Mi’raj (MINA) pada akhir 2012.
Di saat meninggalnya, Sony menjabat Penasehat Imam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) bidang Teknologi Informasi.
“Ujian sakit memang berat, namun ujian sehat jauh lebih berat lagi. Lebih berat bersyukur di kala sehat daripada bersabar di kala sakit,” tulisnya di Twitter.
“Merasakan sakit yang benar-benar menyakitkan dalam sebuah cobaan kadang diperlukan, agar bisa membayangkan rasa sakit di neraka nanti,” cuit Sony di kala sakitnya.
Semoga ia mendapat tempat yang baik di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan semangat juangnya membela pembebasan Masjid Al-Aqsa terus abadi.
Aamiin!
Sumber : rajadumay.com