Artikel

SPIRIT ISRA’ MI’RAJ DALAM PEMBEBASAN AL AQSHA

Oleh : Abdul Karim, S.E., Ak. (AWG Biro Surabaya)

  1. MUKADIMAH
  2. Kisah Isra’

QS. Al Isra’ [17] : 1

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Artinya : “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat”.

  • Kisah Mi’raj

QS. An Najm [53] : 14-18

وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى . عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى . عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى . إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى . مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى . لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

Artinya : “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

  • ASBAB ISRA’ MI’RAJ  

Isra miraj merupakan tasliyah (hiburan) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tengah berduka hingga tahun itu terkenal sebagai amul huzn (tahun duka cita). Mengapa beliau berduka? Ada beberapa sebab. Pertama, istri beliau Khadijah radhiyallahu ‘anha wafat pada bulan Ramadhan tahun 10 kenabian.

Khadijah adalah istri pertama Rasulullah yang sangat beliau cintai. Sejak Rasulullah mendapat wahyu, Khadijah adalah orang pertama yang mendukung beliau. Ketika kembali dari gua hira’ dalam kondisi demam, Rasulullah minta kepada Khadijah “zammilunii.. zammilinuii..” Selimuti aku… selimuti aku. Lalu Khadijah menyelimuti beliau, menenangkan beliau, memotivasi dan membangkitkan optimisme bahwa yang datang kepada beliau adalah kebaikan.

Khadijah merupakan orang yang pertama beriman dan mendukung dakwah beliau. Saat Rasulullah membutuhkan dana untuk dakwahnya entah memerdekakan budak, membantu fakir miskin atau keperluan lainnya, Khadijah yang mensupport beliau dengan hartanya. Khadijah pula yang memberi beliau keturunan termasuk Fatimah. Khadijah pula yang dengan kedudukan mulianya melindungi Rasulullah. Maka wafatnya Khadijah merupakan duka tersendiri bagi Rasulullah.

Tak berselang lama setelah Khadijah wafat, paman beliau Abu Thalib juga wafat. Meskipun tidak mau masuk Islam, Abu Thalib adalah pembela sejati Rasulullah. Beliau yang senantiasa pasang badan saat orang-orang kafir Quraisy menyakiti Rasulullah atau hendak mencelakakannya. Sepeninggal Khadijah dan Abu Thalib, posisi Rasulullah semakin terjepit. Intimidasi kafir Quraisy semakin menjadi-jadi. Dakwah di Makkah serasa tidak lagi memiliki celah untuk bergerak.

Namun Rasulullah tak mau berdiam diri. Dakwah di Makkah sangat terbatas akibat intimidasi yang kian menjadi, beliau pun berupaya dakwah ke luar Makkah. Beliau pergi ke Thaif (Kabilah Tsaqif / penguasa Thaif) dengan harapan masyarakat di sana menerima dakwahnya. Namun apa yang terjadi? Penduduk Thaif justru mengusir Rasulullah dan melempari dengan batu hingga kaki beliau berdarah.

Untuk menghindari penganiayaan yang lebih berat dari kaumnya, Rasulullah berangkat ke Thaif diam-diam dengan berjalan kaki. Di kota ini, Rasulullah tinggal selama sepuluh hari. Namun, perlakuan yang diberikan penduduk Thaif sangat kasar. Saat itu, kaum Tsaqif melempari Rasulullah SAW dengan batu. Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid bin Haritsah membela dan melindunginya. Tapi, kepalanya juga terluka akibat terkena lemparan batu. Akhirnya, Rasulullah berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah. 

Rasulullah SAW memanjatkan doa, “Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?  Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.”

Mendengar doa kekasih-Nya, Allah SWT mengutus Jibril AS untuk menyampaikan bahwa Allah menerima doanya. Malaikat penjaga gunung pun bersiap untuk melakukan apa yang akan diperintahkan Nabi. Jikalau Rasulullah berkehendak, malaikat itu akan benturkan kedua gunung di samping kota itu sehingga siapa pun yang tinggal di antara keduanya akan mati terimpit. Hanya, kelembutan hati Nabi tampak. Dia pun menjawab, ”Saya hanya berharap kepada Allah SWT, andaikan pada saat ini, mereka tidak menerima Islam, mudah-mudahan kelak mereka akan menjadi orang-orang yang beribadah kepada Allah SWT.”

Kelembutan jiwa Rasulullah SAW yang menolak untuk menghancurkan gunung-gunung untuk menghancurkan kaum Thaif menjadi satu bukti jikalau dakwah menghindari hal-hal represif. Peristiwa Thaif menjadi monumen kelembutan Rasulullah SAW dalam mewariskan dakwah yang penuh rahmat.

Berdakwah dengan Hikmah

  1. QS. An Nahl [16] : 125

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik …”

  • QS. Thaha [20] : 44

فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى

Artinya : “maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”

  • QS. Fushilat [41] : 34

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

Artinya : “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.”

Hikmah dari persitiwa Thaif

  1. bagi kita adalah mengajarkan bahwa dalam berdakwah mendapatkan penolakan, intimidasi, persekusi bahkan kekerasan fisik itu sebuah keniscayaan karena merupakan tantangan sekaligus ujian kesabaran. Sebagaimana orang-orang terdahulu juga diuji. Namun dibalik itu semua kita sambil yakin bahwa pertolongan Allah pasti dekat. Lihat QS. Al Baqoroh [2] : 214 & QS. Ali Imran [3] : 142 
  2. Puncak seluruh harapan dan sandaran hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja bukan kepada manusia (Tawakkal).
  3. HIKMAH UTAMA ISRA’ MI’RAJ

Setelah mengalami amul huzn inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala meng-isra’-kan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kelembutan dakwah Rasul yang terkandung dalam do’a yang penuh ketawadhu’an kepada Allah inilah yang membuat Ars’ Allah bergetar sehingga mendatangkan ‘’undangan’’ special untuk manusia berakhlak paling mulia dimuka bumi. Allah memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Mulai dari perjalanan yang super kilat ke Baitul Maqdis, mengimami para Nabi di sana, lantas naik ke sidratul muntaha, bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendapat perintah shalat lima waktu. Juga diperlihatkan surga dan neraka.

Semua rangkaian peristiwa itu merupakan tasliyah (hiburan) bagi beliau yang sarat akan hikmah yang dapat kita petik dan amalkan serta tanamkan kuat-kuat sampai generasi selanjutnya dan selanjutnya.

  1. Penguatan Aqidah / Keimanan bukan akal

Sebagaimana kita ketahui bahwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa maha dahsyat yang Rasulullah alami. Ayatnya dibuka dengan سُبْحٰنَ para ahli mufassir menyebutkan bahwa apabila ayat diawali dengan kalimat Subhana hal ini menandakan bahwa informasi yang akan disampaikan berisi peristiwa-peristiwa besar yang kadang peristiwa dimaksud tidak mampu ditangkap oleh akal. Sebagaimana peristiwa Isra’ Mi’raj ini bukan tidak masuk akal tapi akal tidak mampu menangkap sebab manusia sifatnya terbatas sedangkan Allah Maha Besar dan tak terbatas oleh apapun.

Dalam peristiwa ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala ingin memberikan penguatan kepada Nabi Muhammad SAW dengan penguatan yang sesungguhnya. Jika sebelumnya nabi selalu diberikan kekuatan oleh istri dan pamannya, namun sifatnya terbatas. Ketika sudah meninggal takkan ada lagi darinya penguatan yang bisa diharapkan. Maka hanya Allahlah yang dapat memberi penguatan sesungguhnya tanpa batas. Jangankan melindungi nabi dari ancaman dan intimidasi kafir quraisy, bahkan memperjalankan hambanya dari suatu tempat ke tempat yang jaraknya sangat jauh bahkan lintas alam hanya dalam waktu selama saja, Allah Maha mampu atas itu semua. Inilah penguatan yang Allah berikan kepada nabi, dan untuk kita adalah sebagai penguatan iman.  

Akal manusia hanya mencapai sesuatu yang nalar dan logis saja, sedangkan kita tau bahwa banyak peristiwa yang telah Allah tunjukkan kepada kita yang kita tidak mampu menangkapnya secara akal, diantaranya :

  • Nabi Adam tercipta tanpa ayah dan ibu
  • Hawa tercipta dari bagian Adam (artinya tanpa ibu)
  • Nabi Isa tercipta tanpa ayah (hanya dari seorang ibu / Maryam)
  • Nabi Yahya lahir dari Rahim yang telah difonis mandul dan manupose. Bahkan kedua orang tuanya, Nabi Zakariya dan Istrinya telah berusia tua renta yang mustahil secara akan bisa melahirkan seorang bayi.

Isra’ Mi’raj menanamkan kita bahwa, Allah jika berkehendak Kun, Fayakun (jadilah, maka jadilah)..

  • Menunjukkan Kuasa Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada hambaNya

لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ

agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.

Orang yang mampu bertawakkal kepada Allah, menghadirkan rasa yang kuat untuk dan hanya menyandarkan kepada Allah, menyadari bahwa Allah pelindung, pemberi rizki, penolong, maka dengan segala kuasaNya, Allah tunjukkan Aku (Allah) lebih berkuasa dibandingkan dengan segala kesulitan yang engkau hadapi, inilah puncak ketawakkalan.   Apabila tawakkalnya kuat selesai masalah karena kita punya Allah, kita sandarkan semua hanya kepadaNya. Liat QS. At Talaq [65] : 3

بِعَبْدِهٖ kata ini digunakan oleh Allah mengandung beberapa makna, diantaranya :

  • Abdunsecara hakikat itu untuk Rasulullah, karena nabi juga sebagai hambaNya.
  • Abdun disa diambil makna secara metafor adalah sebagai sifat penghambaannya, apabila kita semua (sebagai hambaNya) betul-betul menghamba kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, maka akan Allah berikan perlindungan serupa dengan nabi walaupun dengan kualitas yang tidak sama dan situasi yang berbeda. 

Siapapun yang menghamba kepada Allah, maka Allah akan tolong, akan tolong segala kesulitan hidupnya. Dengan cara apa??.. tentunya adalah menyembah Allah, melalui ibadah utama, yakni Shalat.

  • Ibadah Shalat

Cara menghamba kepada Allah adalah dengan meningkatkan tawakkal yang didasari oleh Iman. Tawakkal asalnya dari iman, jika imannya naik, maka tawakkal akan kuat. Liat QS. Al Anfal [8] : 2 cirinya adalah Quyimuna As Shalat.

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ

الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۗ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (Yaitu) orang-orang yang melaksanakan salat dan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Shalat inilah yang menjadi oleh-oleh dari pada peristiwa Isra’ Mi’raj yang kemudian difardhukan kepada ummat Nabi Muhammad SAW. (Shalat 5 waktu)

Spirit Isra’ Mi’raj mengajarkan kita tentang keutamaan shalat, diantaranya :

  1. Shalat adalah Ibadah utama untuk menyembah Allah

QS. Thaha [20] : 14

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

Artinya  : ”Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku.”

  • Agar kita terhindar dari segala keburukan sifat-sifat manusia. Lihat QS. Al Ma’arij [70] : 19-35
  • Raih kemenangan dengan Shalat. Lihat QS. Al Mu’minun [23] : 1-11
  • Sarana untuk memohon pertolongan. Lihat QS. Al Baqarah [2] : 45 & 153

Ibadah shalat merupakan ibadah yang syarat akan pertolongan. Dan ibadah sholat merupakan jalan menuju sebuah kemenangan افلح sebelum Allah menerangkan tentang cara agar manusia dapat ringan dari beban / kelemahan, Allah memberikan kemenangan (Aflah) diawal surat (QS. Al Mu’minun [23] : 1-11)untuk menunjukkan bahwa shalat betul-betul sebuah kemenangan dari Allah.

  • Keutamaan Shalat Shubuh & Ashar. Lihat QS. Al Isra [17] : 78

Waktu subuh dan ashar menjadi waktu bagi para malaikat penjaga siang dan malam untuk berganti tugas. Orang yang memelihara sholat pada dua waktu ini memiliki keutamaan besar. Peristiwa ini bersandar pada sebuah riwayat yang berasal dari Abu Hurairah RA sebagaimana diterangkan Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani dalam Kitab Shalatul Mu’min.

Rasulullah SAW bersabda: “Malaikat yang bertugas di malam hari dan yang bertugas di siang hari datang bergantian kepada kalian. Mereka berkumpul pada waktu dikerjakannya sholat subuh dan sholat ashar. Malaikat yang semula berada pada kalian, lalu naik ke langit dan selanjutnya Rabb mereka menanyai mereka,–sementara Dia lebih mengetahui keadaan mereka (para hamba-Nya)–: ‘Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian tinggalkan?’ Para malaikat menjawab: ‘Kami meninggalkan mereka, sedang mereka tengah mengerjakan sholat dan kami mendatangi mereka, sedang mereka juga tengah mengerjakan sholat.'” (HR Bukhari dan Muslim).

  • Shalat adalah ibadah utama para nabi sebelumnya
  • QS. Al Anbiya [21] : 72-73 (Nabi Ibrahim, Ishaq & Ya’qub AS)
  • QS. Thaha [20] : 14 (Nabi Musa AS)
  • QS. Ibrahim [14] : 39-40 (Nabi Ismail & Ishaq AS)
  • QS. Al Haj [22] : 26 & 78 (Nabi Ibrahim)
  • Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Lihat QS. Al Ankabut [29} : 45
  • Setiap kita membaca Surat Al Fatihah dalam shalat, seolah-olah kita sedang berkomunikasi dengan Allah. (HR. Ahmad 7291, Muslim 395 dan yang lainnya).

Hadis dari Abu Hurairah, Nabi bersabda:

Allah berfirman, Aku membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua. Untuk hamba-Ku apa yang dia minta.

Apabila hamba-Ku membaca, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.”

Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuji-Ku.”

Apabila hamba-Ku membaca, “Ar-rahmanir Rahiim.”

Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku mengulangi pujian untuk-Ku.”

Apabila hamba-Ku membaca, “Maaliki yaumid diin.”

Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku mengagungkan-Ku.” Dalam riwayat lain, Allah berfirman, “Hamba-Ku telah menyerahkan urusannya kepada-Ku.”

Apabila hamba-Ku membaca, “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’in.”

Allah Ta’ala berfirman, “Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.”

Apabila hamba-Ku membaca, “Ihdinas-Shirathal mustaqiim….dst. sampai akhir surat.”

Allah Ta’ala berfirman, “Ini milik hamba-Ku dan untuk hamba-Ku sesuai yang dia minta.”

  • INGAT ISRA’ MI’RAJ INGAT MASJID AL AQSHA

Setiap kali kita memperingati momentum Isra’ Mi’raj yang berulang setiap tahun (27 Rajab), maka secara tidak langsung kita diingatkan akan kedudukan dan keutamaan daripada Masjidil Aqsa. Oleh karenanya bukan tanpa alasan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memperjalankan hambaNya yang mulia dari Makkah (Masjidil Haram) untuk menemuiNya namun sebelumnya disinggahkan terlebih dahulu ke Masjid Al Aqsha yang wilayahnya sangat jauh dari tempat tinggal Nabi SAW. Jaraknya sekitar 1.500 Km yang apabila ditempuh dengan jalan kaki pada waktu itu membutuhkan waktu sekitar 1 bulan perjalanan.

Jikalau Allah berkehendak, bisa saja Allah langsung memperjalankan hambaNya tersebut dari Masjidil Haram langsung naik ke Sidratul muntaha tanpa melalui atau disinggahkan terlebih dahulu ke Masjid Al Aqsha. Bukankah Allah Maha Berkehendak dan Berkuasa atas segala hal??..   tapi tidak demikian, Allah justru memperjalankan hambahNya dari Masjidil Haram di Makkah kemudian singgah di Masjidil Aqsa di Palestina (Isra’). Hal ini tentunya merupakan sebuah isyarat penting akan kedudukan dan keutamaan Masjid Al Aqsha untuk diketahui oleh Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam dan Ummat Islam sepeninggal beliau.

Sebagaimana kita imani akan setiap yang tertulis di dalam Kitab Suci Al Qur’an, bahwa setiap kejadian tentunya syarat akan makna baik yang tersirat maupun tersurat. Sudah pasti Allah tidak sembarangan menentukan atau menurunkan syari’atnya, terlebih pada sebuah peristiwa yang sangat besar ini (Isra’ Mi’raj). Adapaun menurut hemat kami, Masjid Al Aqsha dipilih sebagai tempat Isra’ kemudian menjadi jalan Mi’raj nabi menuju sidratul muntaha setidaknya mendandung beberapa hikmah diantaranya :

  1. Masjid Al Aqsha merupakan kiblat pertama Umat Islam.

Sebagaimana hadist dari Abi Ishak RA. berkata. Aku mendengar Al-Bara bin ‘Azib RA berkata, “Kami shalat bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menghadap Baitul Maqdis 16 bulan atau 17 bulan, lalu kami dipalingkan menghadap ka’bah (Al Haram)”. HR. Imam Bukhari No. 4492 (6/27), Muslim No. 525 (1/374), An Nasai No. 475 (1/242).    

  • Masjid Al Aqsha merupakan masjid kedua yang dibangun di muka bumi.

Dari Abi Dzar RA berkata : “Aku bertanya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, wahai rasul masjid manakah yang dibangun pertama kali dimuka bumi??.. Beliau menjawab Masjid Al Haram. Lalu aku bertanya lagi : Ya Rasulallah lalu masjid mana lagi??.. Beliau menjawab, Masjid Al Aqsha. Aku bertanya lagi, berapa lama antara keduanya, beliau menjawab 40 tahun. Kemudian manakala engkau menjumpai shalat maka shalatlah dan bumi bagimu itu masjid”. HR. Al Bukhari (4/177, 4/197), Muslim (1/370), An Nasai No. 769 (1/255), Ibnu Majah No. 753 (1/248) dan Ahmad. 

  • Masjid Al Aqsha merupakan salah satu dari tiga masjid yang dianjurkan untuk dikunjungi.

Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “tidaklah ditekankan suatu perjalanan kecuali tiga masjid yaitu Masjid Al Haram, Masjid Rasul (An Nabawi) dan Masjid Al Aqsha”. HR. Bukhari No. 1.189, Muslim No. 1.397, Abu Daud No. 2.033, An Nasai No. 700 dan Ibnu Majah No. 1.409  

  • Shalat Rasulullah bersama para Nabi di Baitul Maqdis menunjukkan kedudukan beliau sebagai pemimpin para Nabi.
  • Para sahabat menjadi perhatian terhadap Masjid Al Aqsha yang saat itu berada dalam kekuasaan Romawi. Kelak di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Masjid Al Aqsha bisa dibebaskan.
  • Untuk generasi saat ini, kita wajib memperhatikan nasib Masjidil Aqsa karena dibawah kekuasaan Yahudi. Dan kita bercita-cita membebaskannya sebagaimana dulu pernah dibebaskan oleh sahabat Umar dan Slahuddin Al Alyubi.
  • KORELASI SHALAT DENGAN KEHIDUPAN BERJAMA’AH

Shalat adalah merupakan ibadah utama yang perintahnya langsung dari Allah Subahanahu Wa Ta’ala kepada Rasul (hasil dari perjalanan spiritual Isra’ Mi’raj). Setiap ibadah syarat akan makna yang harus kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk shalat. Shalat fadhu diwajibkan secara berjama’ah adalah mengandung pengertian yang tersirat bahwa dalam kita dalam bermasyarakat juga harus berjama’ah (baca : hidup terpimpin), hal ini merupakan aplikasi penerapan shalat diluar shalat.

Shalat berjama’ah selain ibadah mahdoh, hakikatnya juga merupakan gambaran miniatur kehidupan bermasyarakat Islam, seperti :

  1. Masyarakat yang kompak dan bersatu dengan gerakan-gerakan yang sederap seirama sebagaimana gerakan dalam shalat berjama’ah.
  2. Disiplin tepat pada awal waktu, tertib dan rapih.
  3. Ummat Islam adalah ummat yang terpimpin sehingga dalam berkehidupan di masyarakat mestinya juga terpimpin sebagaimana dalam shalat berjama’ah.
  4. Tugas pemimpin adalah mengatur masyarakat yang dipimpin agar mengikuti arahan dengan baik, sebagaimana Imam mengatur makmum dalam shalat berjama’ah.
  5. Seluruh gerakan jama’ah shalat seirama, indah dan kompak dalam satu komando imam. Hal ini mengandung arti agar Umat Islam mengaplikasikan shalat berjama’ah dalam pola hidup bermasyarakat kaum muslimin yang kompak dan bersatu, terpimpin dan tidak anarkis.
  6. Sebelum takbir, imam sholat terlebih dahulu menghadap makmum, melihat, merapikan dan meluruskan shof (barisan) adalah mengandung makna, agar seorang imam, amir atau pemimpin mengenal siapa orang-orang yang dipimpinnya serta mengetahui kondisi yang dipimpinnya.
  7. Lurus dan rapatnya shaf, kaki dan bahu satu sama lain rapat adalah mengandung makna, agar muslimin bersatu. Rapatnya shaf merupakat eratnya jalinan persaudaraan antar sesama muslim (Ukhuwah Islamiyah / Kaljasadil Wahid).    
  • KORELASI BERJAMA’AH DENGAN PEMBEBASAN AL AQSA

Dalam Al Qur’an, Allah memberikan semua solusi yang diperlukan oleh manusia sepanjang hidupnya. Allah memeberikan pemecahan yang paling sempurna dan paling logis untuk memberi petunjuk kepada manusia dalam menghadapi semua masalah yang muncul.

Menurut Sayyid Quthb dalam Fi Dzilalil Qur’an, peristiwa Isra yang disebut dalam Surat Al Isra adalah mengabarkan tentang tumbangnya kejayaan Bani Israil. Peristiwa Isra’ merupakan tanda kekuasaan Allah dan sebuah perjalanan yang menakjubkan dalam ukuran empirik manusia. Masjid Al Aqsha yang menjadi ujung  perjalanan adalah pusat tanah yang mulia (As Syarif). Tempat yang ditentukan Allah untuk Bani Israil lalu Allah mengusir dari negeri itu karena kemaksiatan yang mereka lakukan.

Surat Al Isra secara umum berisi tentag akhir perjalanan hidup dan kejayaan bangsa Yahudi, juga mengungkapkan hubungan langsung antara tumbangnya kejayaan suatu bangsa dengan maraknya kemaksiatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini sebagaimana Allah gambarkan dalam QS. Al Isra [17] : 16

Allah mengingatkan kita tentang hakikat utama berjama’ah dalam segala perjuangan, apalagi dalam pembebasan Masjid Al Aqsha. Sebagaimana Allah mengingatkan dalam QS. Ali Imaran [3] : 103 Pada ayat tersebut Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan orang-orang beriman agar senantiasa berpegang teguh dengan tali Allah yakni Al Qur’an dengan selalu berjama’ah dan melarang berpecah-belah (firqoh). Rasulullah Shallallhu Alaihi Wasallam mengingatkan bahwa orang yahudi bermaksud membangkitkan kedengkian di kalangan intern umat Islam. Padahal umat Islam harus saling bersaudara, saling mencintai dan saling menolong.

Allah berfirman pada ayat lain, QS. Ar Rum [30] : 31-32

۞ مُنِيْبِيْنَ اِلَيْهِ وَاتَّقُوْهُ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ

  مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا ۗ كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

Artinya : “dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”.

Ibnu Katsir menjelaskan, maksud kalimat “janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik” adalah jangan menyerupai perbuatan mereka yang suka memecah-belah agama, mengganti, mengubah, mengimani sebagian ayat dan mengingkari sebagian ayat yang lain. Ayat ini sekaligus memperingatkan umat Islam supaya tidak mengikuti jalan hidup yang terpecah-belah tanpa seorang Imaam. Dalam hadist shahih Bukhari-Muslim dari Khudzaifah bin Yaman RA, Rasulullah Shallallhu Alaihi Wasallam bersabda

تلزم جماعة المسلمين و امامهم

“Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka…”

Kaum Yahudi Zionis Internasional telah mengetahui betapa kekuatan sesungguhnya dari umat Islam jika berjama’ah, bersatu, saling kuat-menguatkan, saling bersaudara, tidak berpecah-belah, tidak mudah diadu-domba dibawah kepemimpinan seorang Imaam atau Khalifah, untuk menolong agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Termasuk dalam jihad untuk pembebasan Masjid Al Aqsha dan saudara-saudara umat Islam di bumi Baitul Maqdis Palestina dan kawasan muslim lainnya, secara berjama’ah. Dengan persatuan dan kesatuan umat Islam, hidup berjama’ah terpimpin, akan diraih kemenangan hakiki dan Al Aqshapun akan kembali ke pangkuan kaum muslimin. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya bahwa umat Islam dapat merebut dan menguasai kembali Masjid Al Aqsha yang sebelumnya dikuasai umat lain, hanya dibawah komando kesatuan umat Islam. Wallahu A’lam bis Shawab.

Sumber :

  1. Al Qur’anul Karim
  2. Tafsir Ibnu Katsir
  3. Masjidil Aqsha Tanggung Jawab Seluruh Ummat Islam. Yakhsyallah Mansur & Ali Farkhan Tsani. Yayasan Aqsa Working Group, 2022 M.
  4. 40 Hadist tentang Al Aqsha. Maemunah Center Publishing, 2020.
  5. Kumpulan ceramah Ust. Adi Hidayat, LC  
  6. https://islamdigest.republika.co.id/berita//qpqzyd483/peristiwa-thaif-monumen-kelembutan-dakwah-rasulullah#:~:text=Peristiwa%20itu%20terjadi%20tiga%20tahun,yang%20juga%20paman%20Rasulullah%20SAW.
  7. https://bersamadakwah.net/isra-miraj/