Siaran Pers Delegasi Indonesia dari Konvoi Asia untuk Gaza KEIKUTSERTAAN DELEGASI INDONESIA DALAM KONVOI “ASIAN SOLIDARITY CARAVAN FOR GAZA” (9 Desember 2010-6 Januari 2011) ASIAN PEOPLE’S SOLIDARITY FOR PALESTINE
Tentang “Konvoi Asia untuk Gaza”
“Konvoi Asia untuk Gaza” (Asian Solidarity Caravan for Gaza) adalah konvoi pertama yang diorganisasi bangsa-bangsa Asia, yang tergabung dalam gerakan “Asian People’s Solidarity for Palestine.
Konvoi ini memiliki empat tujuan, yaitu [1] mematahkan blokade ilegal atas Jalur Gaza; [2] mendukung gerakan internasional boikot Israel dan entitas Zionis lainnya; [3] mendukung kemerdekaan Palestina dengan Al-Quds (Yerusalem) sebagai ibukotanya; dan [4] membangun solidaritas bangsa-bangsa Asia di bawah semboyan “One Asia, United Asia”, dalam menghadapi proyek-proyek imperialisme AS-Israel.
Konvoi ini diikuti oleh 160 aktivis dari 13 negara Asia, yaitu India, Indonesia, Malaysia, Iran, Turki, Syria, Jordania, Jepang, Bangladesh, Afghanistan, Pakistan, Lebanon, dan Azerbaijan. Delegasi di luar negara Asia datang dari Inggris.
Para aktivis konvoi datang dari beragam latar belakang agama dan ideologi, di antaranya Islam, Hindu, Kristen, marxisme, dan sosialisme. Dari balita belum berusia satu tahun hingga kakek berusia di atas 70 tahun ikut serta dalam konvoi.
Bergerak dari Delhi pada 2 Desember 2010, konvoi yang telah menempuh perjalanan darat, laut, dan udara sejauh sekitar 8000 Km ini memasuki Jalur Gaza pada 2 Januari 2011, tepat pukul 11.54 malam, atau 6 hari lebih lama dari jadwal yang direncanakan, yaitu 27 Desember 2010.
Delegasi Indonesia berjumlah 11 aktivis dan 2 jurnalis. Para aktivis berasal dari MER-C, Voice of Palestine (VOP), Hilal Ahmar Society, dan Aqsa Working Group (AWG). Delegasi Indonesia bergabung dengan konvoi pada 9 Desember 2010 di kota Kerman, Iran.
Tentang Perjalanan Konvoi
Fase Pertama (Iran – Turki): konvoi menempuh perjalanan selama 7 hari di Iran (9-16 Desember 2010), melintasi konta-kota Kerman, Isfahan, Yazd, Qom, Tehran, Zanjan, dan Tabriz.
Fase Kedua (Turki – Suriah): konvoi menempuh perjalanan selama 3 hari di Turki (16-19 Desember 2010), melintasi kota-kota Van, Diyarbakir, Siverek, Sanliurfa, Gaziantep, dan Kilis.
Fase Ketiga (Suriah dan Lebanon): konvoi menempuh perjalanan selama 3 hari (20-23 Desember 2010) melintasi Aleppo, Damaskus, Lebanon, dan Lattakia. Di Lattakia, konvoi harus menunggu selama 10 hari (24 Desember 2010-2 Januari 2011) sebelum diizinkan pihak otoritas Mesir menyeberang ke pelabuhan Al-Arish (Mesir). Izin hanya diberikan untuk 120 aktivis. 20 aktivis asal Iran dan 20 aktivis asal Jordania tidak diizinkan masuk tanpa alasan yang cukup jelas.
Selama di Suriah, konvoi mengunjungi dua kamp pengungsi Palestina, yaitu Kamp Yarmouk di Damaskus yang dihuni sekitar 144 ribu pengungsi dan Kamp Al-‘Aidin di Lattakia yang dihuni sekitar 10 ribu pengungsi.
Di Lebanon, konvoi mengunjungi desa Mleeta di Lebanon Selatan, pusat basis perlawanan rakyat Lebanon dalam membebaskan diri dari pendudukan Zionis pada periode 1985-2000. Kini seluruh desa tersebut dijadikan museum.
Fase Keempat (Mesir-Gaza): konvoi tiba di Al-Arish pada 2 Januari 2011 pukul 03.00 sore. Konvoi terhambat di bandara Al-Arish selama lebih daripada 6 jam karena pihak otoritas Mesir menolak konvoi memasuki Gaza hari itu juga dengan alasan pintu perbatasan Rafah telah ditutup sejak pukul 04.00 sore. Alasan ini tidak bisa diterima aktivis karena dua alasan:[1] pihak otoritas Mesir memiliki wewenang penuh membuka pintu perbatasan jika memiliki itikad baik untuk bekerja sama dengan konvoi, sedangkan di sisi lain pihak Palestina telah siap menerima konvoi kapan pun; dan [2] para aktivis tidak mampu membayar penginapan yang ditawarkan pihak Mesir sebesar 50 dolar AS per orang.
Tentang Bantuan Kemanusiaan
Konvoi Asia untuk Gaza membawa 200 ton bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza senilai hampir 2 juta dolar AS. Bantuan itu terdiri dari empat van ambulans (salah satunya merupakan sumbangan rakyat Indonesia melalui Yayasan Dana Mustadhaffin), obat-obatan, alat-alat kesehatan, alat-alat tulis, kertas, makanan, dua generator listrik tenaga surya, dan mainan anak-anak. Dari semua itu, pihak Mesir melarang dua generator listrik dan mainan anak-anak untuk memasuki Jalur Gaza, lagi-lagi tanpa alasan yang jelas.
Bantuan dibawa oleh Kapal MV Salam berbendera Sierra Leone yang bertolak ke Al-Arish dari pelabuhan Lattakia pada 1 Januari 2011 pukul 11.00 siang. Kapal dikawal oleh 8 aktivis, yang terdiri dari 4 orang asal India, 1 Malaysia, 1 Jepang, 1 Azerbaijan, dan 1 Indonesia.
Selama perjalanan, kapal diawasi oleh 2 kapal perang AL Israel dari jarak 2 hinggal 3 mil. Beredar isu bahwa kapal akan dialihkan langsung menuju pantai Gaza. Isu yang kemudian segera kami bantah guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sesuai jadwal, Kapal MV Salam seharusnya tiba di pelabuhan Al-Arish pada 2 Januari 2011 pukul 08.00 malam. Namun tanpa pernah kami duga, pihak otoritas Mesir tanpa alasan yang cukup valid menolak kapal berlabuh di Al-Arish. Akibatnya, kapal beserta 6 awak dan 8 aktivis yang ada di atasnya terkatung-katung di lepas pantai Al-Arish selama lebih daripada 48 jam.
Setelah kami melakukan tekanan dan negosiasi, pihak Mesir akhirnya mengizinkan 8 aktivis yang berada di kapal untuk memasuki Jalur Gaza bersama 4 van ambulans, tanpa 12 truk kontainer barang bantuan, pada 4 Januari 2011 pukul 10.00 malam. Pada 6 Januari 2011 pukul 04.00 sore, 8 truk kontainer memasuki Gaza. 4 truk kontainer sisanya masih ditahan pihak Mesir di Al-Arish tanpa alasan yang jelas. Kami memintak agar pihak Mesir mengizinkan 2 aktivis memantau bantuan yang tersisa di Al-Arish, tetapi ditolak. Alhasil, nasib 4 truk kontainer yang sebagian besarnya berisi bahan makanan, alat-alat tulis, dan kertas tidak jelas sampai sekarang.
Tentang Gaza
Konvoi Asia untuk Gaza memasuki pintu perbatasan Rafah di sisi Palestina pada 2 Januari 2011 pukul 11.54, dan hanya diizinkan berada di Gaza selama 3 hari, yaitu sejak 3-6 Januari 2011. Selama di Gaza, para aktivis melakukan beberapa aktivitas, antara lain:
1. Pertemuan dengan keluarga para tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
2. Pertemuan dengan keluarga korban agresi Zionis, di antaranya dengan keluarga Al-Samouni dan Atallah.
3. Kunjungan ke rumah-rumah sakit di Jalur Gaza, di antaranya adalah RS Shifa, Al-Wafa, dan Darussalam.
4. Pertemuan dengan Perdana Menteri Palestina Ismail Haniyya.
5. Pertemuan dengan Departemen Pertahanan Sipil di Jalur Gaza.
6. Pertemuan dengan sejumlah LSM lokal dan internasional.
7. Mengunjungi lokasi pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Bayt Lahiya, Jalur Gaza bagian utara.
Dari penjelasan di atas, maka kami selaku delegasi Indonesia dalam Konvoi Asia untuk Gaza dan organisasi-organisasi yang menjadi konstituen dari Asian People’s Solidarity for Palestine menyampaikan pernyataan sebagai berikut.
1. Konvoi Asia untuk Gaza tidak akan berhenti sampai di sini. Konvoi ini akan terus dilanjutkan hingga blokade ilegal berakhir dan hingga Palestina dengan Al-Quds (Yerusalem) sebagai ibukotanya merdeka. Asian People’s Solidarity for Palestine juga berencana untuk berpartisipasi dalam Armada Kebebasan (Freedom Flotilla) II pada Mei 2011. Armada ini akan terdiri dari puluhan hingga ratusan kapal dari berbagai negara di dunia. Zionis tidak bisa mengabaikan dukungan publik dunia bagi perjuangan kemerdekaan Palestina. Untuk itu, kami mengundang segenap komponen bangsa, tokoh masyarakat, anggota parlemen, aktivis, mahasiswa, dan komponen lainnya untuk bergabung dalam Armada Kebebasan (Freedom Flotilla) II pada Mei 2011.
2. Selama lebih daripada 3 tahun masa blokade dan pasca agresi 22 hari, warga Gaza menghadapi bencana kemanusiaan, terutama karena kurangnya infrastruktur listrik, energi, air, dan kesehatan. Bencana kemanusiaan yang terjadi di Gaza memiliki karakteristik yang unik karena terjadi akibat dari proses pendudukan dan penjajahan. Bencana ini adalah buatan manusia yang bisa dihentikan tetapi terus dibiarkan selama lebih daripada enam dekade. Kini saatnya warga sipil internasional bangkit tanpa harus menunggu pemerintahan mereka.
3. Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia harus memiliki sikap yang tegas, dengan memihak kepada elemen-elemen demokratis di Palestina yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari penjajahan Zionis, tanpa memandang latar belakang agama dan ideologi.
4. Gerakan internasional untuk boikot dan sanksi atas rezim Zionis harus didukung semua pihak, karena apa pun yang merepresentasikan entitas Zionis diperoleh melalui pendudukan, perampasan, dan penindasan terhadap hak-hak rakyat Palestina, di antaranya hak pulang (right of return), hak menentukan nasib sendiri (right of self-determination), dan hak melawan (right of resistance).
5. Rencana pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza bagian utara, yang dipeolopori MER-C harus didukung semua pihak. Sebab, ini merupakan bentuk konkret dukungan rakyat Indonesia bagi perjuangan kemerdekaan Palestina sesuai amanat konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.
Jakarta, 11 Januari 2011
Asian People’s Solidarity for Palestine
Indonesian Committee