Oleh Angga Aminudin (Kabid Humas AWG)
KEBAHAGIAAN perayaan Idul Fitri yang dirasakan sebagian besar umat Islam di dunia sepertinya menghilangkan perasaan sedih kita menyaksikan umat Islam Palestina di Gaza melewati lebaran berdarah tahun ini. Ketika umat Islam di seluruh dunia melaksanakan Idul Fitri dengan gegap-gempita dan kegembiraan, muslim Palestina justru dikepung dan diberangus oleh agresi militer Zionis Israel yang menyebabkan kelaparan dan kematian setiap hari.
Simaklah berita yang terus mengabarkan kekejian Zionis Israel, terbaru membantai sekitar 125 Warga Gaza saat merayakan Idul Fitri. Termasuk 3 anak dan 2 cucu pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh. Tentara penjajah Israel melakukan pembantaian yang mengerikan ini, pada hari yang fitri, terhadap keluarga Ismail Haniyeh. Saat pesawat tempur Israel menargetkan sebuah mobil sipil yang membawa beberapa putra dan cucunya di sebuah kamp pengungsian di wilayah barat Kota Gaza pada Rabu, 10 April 2024 waktu setempat.
Pemandangan kegembiraan hilang dari wajah anak-anak Palestina yang semakin jelas mencerminkan kegigihan mereka untuk terus menjalani hidup. Kendati kondisi yang sulit lantaran serangan militer Zionis Israel tiada henti. Yang menyedihkan, deru drone dan desing senjata tentara Israel yang terus-menerus ‘on fire’ telah menyadarkan warga bahwa Idul Fitri tahun ini bukanlah hal biasa di Gaza. Mereka mengatakan, serangan Zionis Israel yang tiada henti sejak Oktober tahun lalu telah menghancurkan harapan untuk merasakan Idul Fitri dengan tenang.
Sejumlah warga lainnya harus bergulat dengan kenyataan, mereka tidak cukup makanan untuk mengisi perut di hari raya. Bahkan sejak Ramadhan pun makanan sulit didapat untuk berbuka puasa atau sahur karena blokade Israel. Kelangkaan pangan terburuk terjadi di wilayah utara Gaza. Beberapa warga menuturkan, mereka tidak makan dan minum sejak matahari terbit hingga terbenam bukan karena puasa Ramadhan, tapi karena tidak punya pilihan lain. Anak-anak terpaksa mencari sisa makanan di tempat sampah.
Lebih jauh ke selatan, di Rafah, warga mengaku takut dengan ancaman kemungkinan serangan darat Israel terhadap kota tersebut. Di mana sebagian besar warga sipil terpaksa melarikan diri dari pengeboman. Media Gaza menuliskan bahwa seorang jurnalis dari Rafah, mengatakan, “Kami menunggu Ramadhan karena ini adalah bulan penuh berkah, kedamaian, dan ibadah. Namun, tahun ini Ramadhan datang di tengah genosida dan kelaparan. Apalagi kami tidak bisa merayakan Idul Fitri bersama keluarga, karena mereka telah tiada.”
Serangan Zionis Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 33 ribu warga Palestina. Kementerian Kesehatan di Gaza menyatakan, sejumlah 72 persen di antara mereka adalah perempuan dan anak-anak. Menurut tim medis di Gaza, setidaknya puluhan orang telah meninggal karena kelaparan, termasuk bayi yang baru lahir. Menurut Kementerian, beberapa di antaranya meninggal karena kekurangan gizi pada bulan Ramadhan.
Walaupun Israel menyatakan, tidak ada batasan terhadap jumlah bantuan dari luar yang dapat masuk ke Gaza. Namun, sistem pemeriksaan yang mereka lakukan terhadap truk-truk yang membawa bantuan membuat bahan-bahan makanan itu hampir tidak mengalir. Para pekerja bantuan yang mengawasi distribusi bantuan di Gaza mengatakan, ada pola yang jelas mengenai hambatan Israel terhadap pengiriman bantuan. Koordinasi Kegiatan Pemerintah di Wilayah Israel (COGAT), badan yang mengontrol akses ke Gaza, telah menerapkan standar yang sewenang-wenang dan kontradiktif. Badan-badan hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa keluarga-keluarga di Gaza menghadapi kengerian baru, berupa kekurangan bahan makanan, pengungsian massal, dan trauma psikologis.
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk warga Gaza sekarang? Apa yang bisa kita katakan tentang perayaan Idul Fitri, jika di belahan bumi ini ada umat Islam yang melewatkannya dengan sisa lemak di perutnya dan menyantap makanan dengan potongan roti yang dicampur tanah dan darah? Adakah sejengkal tanah di Gaza yang tanahnya tidak tercampur darah seorang syahid–orang tua, anak, ibu, ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, saudara dekat atau saudara jauh?Apa yang ada di pikiran kita saat ini?
Tentu bukan salah mereka mengapa dilahirkan sebagai bangsa Palestina, sebagai warga Gaza, yang telah dirampas kehidupannya oleh penjajah Israel. Yang salah adalah kita, kami, umat Islam yang jumlahnya banyak, tapi tak mampu berbuat apa-apa demi membantu bangsa Palestina. Yang salah adalah para pemimpin negara-negara Arab yang tidak pernah bersatu, yang menjadikan posisi mereka lemah, bahkan di hadapan negara sekecil Israel. Yang salah adalah mereka, yang suka bicara tentang hak asasi manusia (HAM), tapi tidak mempedulikan HAM bangsa Palestina yang direnggut oleh rezim biadab Israel.
Mohon maaf lahir dan batin, Palestina…
Wallahu ‘Alam Bishawwab