#Topik : Pendudukan
BismilLah.
Ribuan warga di Yerusalem Timur terjebak dalam rencana penuh jebakan, dengan kritik bahwa pejabat Zionis sengaja menggunakan alasan warisan dan pariwisata untuk membuka jalan pengambil-alihan tanah guna pemukiman Yahudi.(Terjemah bebas dari tulisan Jonathan Masak pada Sabtu, 9 April 2016.)
Pada peta perencanaan kota Yerusalem, pandangan udara dari rumah Aref Totanji dikaburkan oleh tinta hijau, bagian dari petak warna yang mengepung tembok Kota Tua di setiap sisi.
Selama 10 tahun (dekade) terakhir, zona berwarna telah tersebar di peta Yerusalem Timur, menciptakan tambal sulam yang menelan semakin banyak lingkungan Palestina di dekat kota tua Al-Quds.
Tinta hijau mungkin terlihat tidak berbahaya di atas kertas, tapi bagi Totanji yang berusia 50 tahun, itulah isyarat datangnya buldoser yang menghancurkan rumah satu lantai, dan menelantarkan 16 orang -termasuk cucu berusia tujuh bulan- menjadi tunawisma (tidak punya rumah).
Karena pemerintah Zionis Israel menyatakan bahwa “Taman Nasional” dibangun di daerah perumahan, maka ribuan warga Palestina yang tinggal di lingkungan penuh sesak, di dekat Kota Tua Al-Quds, sedang terjebak dalam mimpi buruk yang sama (dengan Totanji).
Perencana dan kelompok hak asasi manusia, Bimkom, menuduh pihak berwenang Zionis Israel terus mengupayakan isu taman itu, sebagai alat guna mengambil-alih tanah warga Palestina dan menghancurkan rumah-rumah mereka, di bawah kedok pelestarian arkeologi dan pengembangan pariwisata.
Enass Masri, seorang peneliti lapangan untuk Bimkom, sekelompok ahli perencanaan yang membantu warga Palestina berunding atas sistem perencanaan lorong tikus (labirin) Israel, mengatakan bahwa tujuan dari taman nasional di Israel itu untuk melindungi ruang hijau dan situs warisan, tetapi kebijakan itu kini kacau.
“Uniknya di Yerusalem Timur, taman nasional itu juga termasuk kawasan pemukiman (Yahudi) didalamnya,” katanya kepada Middle East Eye (MEE). “Mereka (Pemerintah Zionis) itu adalah monster yang telah membuat keluarga ini hidup sengsara.”
Tiada Tempat Untuk Pergi
Sebuah perintah pengadilan yang ditulis dalam bahasa Ibrani -bahasa yang tidak mengerti oleh Totanji- menuntut keluarga itu untuk mengosongkan rumah empat kamar mereka pada tgl.10 April 2016. Dia kalah banding di pengadilan bulan lalu.
“Ini bukan hanya sebuah rumah yang sedang hancur, tapi juga seluruh hidup saya,” katanya kepada MEE.
“Ketika tentara datang baru-baru ini memperingatkan saya untuk segera memindahkan barang-barang keluar rumah, sebelum mereka mulai membongkarnya, saya tanya kepada mereka, kemana aku bisa memindahkannya? Kami tidak punya tempat lain untuk pergi.”
Pemkot Jerusalem, kata Bimkom, telah mencari cara untuk bisa mengendalikan lebih banyak lingkungan warga Palestina untuk agen proyek lingkungan, yang disebut Alam Israel dan Otoritas Taman.
Konsekuensi bagi warga Palestina yang tinggal di taman ini adalah menghancurkan rumah sendiri, kata Masri, karena proses ini lebih mudah untuk mengamankan barang-barang mereka.
Diantara kerugian besar kehilangan lahan terbuka di Yerusalem Timur bagi taman nasional adalah terhapusnya harapan warga Palestina untuk membangun perumahan masa depan bagi generasi berikutnya.
Jeff Halper, dari Komite Israel Melawan Penghancuran Rumah, mengatakan pada MEE: “Taman nasional adalah cara yang bagus bagi Israel untuk menyembunyikan agenda sebenarnya. Mereka terlihat sebagai pihak yang baik, menghargai alam dan damai.”
“Hal itu jauh lebih mudah daripada memahami bahwa mereka (Zionis sebenarnya) melarang pembangunan warga Palestina, membatasi ruang hidup warga Palestina, dan membenarkan penghancuran rumah.”
Memuluskan Jalan Bagi Jejak Bible
Sebanyak 13 keluarga lain, tinggal bersama Totanji di distrik Sawaneh, di samping lingkungan warga Palestina dari Wadi al-Joz. Mereka hanya dianggap dua tahun lalu tinggal di Yerusalem City Walls Park, meskipun secara resmi lingkungan itu didirikan empat dekade (40 tahun) yang lalu.
Ini adalah taman pertama yang dinyatakan sebagai milik Zionis Israel setelah menduduki Yerusalem Timur, dengan melanggar hukum internasional, pada tahun 1967.
Tapi hanya dalam satu tahun terakhir, para warga Palestina merasakan bahwa pejabat Zionis Israel punya kepentingan di lingkungan mereka. Survei rutin telah dilakukan dan inspektur telah mengeluarkan perintah bersih-bersih.
Tetangga Totanji, Nureddin dan Sharif Amro -dua bersaudara yang buta- memiliki sebagian dari rumah mereka yang dibongkar tahun lalu, termasuk dapur, ruang duduk, dinding taman, dan kandang ayam. Kabel listrik dan pipa limbah juga dirusak.
Semua keluarga disini telah diperingatkan bahwa mereka berada di jalan yang direncanakan sebagai “Jejak Bible”, sepanjang tepi timur Yerusalem City Walls Park.
Tidak ada pemeritahuan yang diberitahukan (kepada mereka) bahwa ada peninggalan arkeologis dibawah rumah di Sawaneh, atau di ruang hijau besar dekat taman nasional.
Para warga menduga bahwa pemerintah Zionis bisa saja menargetkan tanah mereka sekarang, karena ia termasuk tempat parkir terakhir yang luas, dalam areal pejalan kaki di Kota Tua Al-Quds. Daerah itu digunakan untuk laluan ribuan orang Palestina yang melaksanakan sholat di Masjid al-Aqsa pada hari Jumat.
Nureddin Amro, kepala sekolah untuk orang buta di Yerusalem, mengatakan bahwa Otoritas Taman tampaknya lebih tertarik untuk mengembangkan apa yang disebut sebagai “pariwisata para pemukim” di Sawaneh.
“Pihak berwenang sedang mempersiapkan untuk membuat jaringan jalan dan pusat-pusat pariwisata di sini, untuk menghubungkan antara pemukiman Yahudi dan kota tua,” katanya. “Para pemukim Yahudi tertarik untuk mendapatkan daerah ini.”
Dia mencatat bahwa kelompok-kelompok pemukim Yahudi ekstrimis telah menyatakan keinginan mereka untuk menghancurkan Masjid al-Aqsa, di dalam Kota Tua, dan menggantinya dengan kuil Yahudi.
Pengambil-alihan Rumah
Rumah di Sawaneh terletak di sebuah lembah dibawah Bukit Zaitun, di ujung utara Lembah Getsemane, di mana Yesus diperkirakan berdoa bersama murid-muridnya pada malam hari, sebelum penyalibannya.
Proyek pariwisata telah diusulkan oleh warga, termasuk pembangunan sebuah hotel di lokasi, (tapi) telah sewenang-wenang ditolak, menurut keterangan keluarga-keluarga itu.
“Proyek ini bukan benar-benar pariwisata. Tapi ini semacam pariwisata yang memaksa kita pergi keluar dari rumah kami,” kata Amro.
Warga penduduk tinggal tidak jauh dari kawasan Palestina di Silwan, di daerah yg sama yakni Yerusalem City Walls Park. Para pemukim Yahudi telah diberi izin untuk mengambil alih rumah (warga Palestina) dan menggali sebuah taman arkeologi, yang disebut sebagai Kota Daud, dibawah dan disekitar rumah-rumah disana.
Silwan telah menjadi titik bentrokan rutin antara warga Palestina di satu sisi, dan kelompok-kelompok pemukim Yahudi dan polisi Zionis Israel, di sisi lain.
Warga Silwan mengatakan bahwa pemerintah Zionis Israel tertarik untuk mengambil alih daerah itu karena rumah-rumah mereka dekat dengan tembok, berada dibawah kompleks Masjid al-Aqsa.
Agenda Tersembunyi
Tujuan Taman Otoritas, menurut website-nya, adalah “untuk melindungi situs alam dan warisan, dan merawatnya untuk kepentingan publik”.
Dalam laporan th.2012 lalu, Bimkom mencatat bahwa deklarasi taman nasional adalah “tindakan ekstrim [yang] semestinya diterapkan hanya dalam kasus dimana pertimbangan warisan alam merupakan prioritas mutlak”.
Tapi Masri mengatakan bahwa Pemkot Yerusalem lebih menyukai untuk mentransfer ruang hijau dan daerah pemukiman Palestina kepada Otoritas Taman, sebagai jalur pintas atas perencanaan normalnya.
Sebagai lembaga nasional, Otoritas Taman tidak perlu memperhitungkan kesejahteraan penduduk Yerusalem Timur dalam setiap keputusannya.
Ia juga memiliki kekuatan untuk mengusir warga Palestina tanpa perlu menyita tanah mereka, untuk menghindari tuntutan pengadilan atas kepemilikan dan kompensasi.
Penggunaan isu lingkungan atau wisata sebagai alasan guna menghancurkan rumah warga Palestina atau membatasi pengembangan bangunan warga Palestina, juga (dianggap) kurang menarik timbulnya gejolak kecaman dari masyarakat internasional.
Samer Ersheid, seorang pengacara yang mewakili keluarga Sawaneh, mengatakan bahwa daerah yang ditempati warga Palestina di Yerusalem telah ditiadakan dalam rencana induk tata-kota, sehingga mustahil mendapatkan izin membangun disana. Hal ini menempatkan keluarga Palestina yang tinggal dalam taman nasional, berada dalam situasi sangat sulit.
“Otoritas Taman mendorong agresif untuk penghancuran rumah, dan kesempatan menunda atau membalikkan perintah pembongkaran itu adalah hal yang jauh lebih sulit,” kata Ersheid pada MEE.
Ikatan Dengan Pemukim Yahudi
Hubungan dekat antara Otoritas Taman dan kelompok pemukim Yahudi terkemuka menjadi rahasia umum.
Shaul Goldstein, yang sebelumnya adalah kepala blok pemukiman besar Gush Etzion di Tepi Barat, telah menjadi kepala organisasi sejak th.2011 lalu.
Kepala kantor Otoritas Taman Yerusalem adalah Evyatar Cohen, yang sebelumnya merupakan pejabat senior di Elad, organisasi pemukim utama yang aktif di Silwan.
“Dalam kondisi ini, para pemukim Yahudi menjadi agen dari Otoritas Taman, dan lembaga memberi mereka segala macam kekuatan ekstra, secara independen baik dari pemerintah, kota dan polisi,” kata Halper.
Dia menambahkan: “Penciptaan proyek pariwisata di taman nasional juga merupakan cara yang sangat efektif untuk membawa orang-orang Yahudi dari Israel dan dari luar negeri untuk membantu mengesahkan kegiatan para pemukim (ilegal Yahudi).”
Baik pihak Otoritas Taman maupun Pemkot Yerusalem tidak tersedia untuk berkomentar (atas hal tersebut).
Dalam kuliah umum tahun 2006, Cohen menyatakan bahwa tujuan dari taman nasional Yerusalem Timur adalah untuk mencegah pemusnahan lanskap kota dan flora, dan mengembalikan “kejayaan”.
Namun, pernyataan resmi lainnya memberikan alasan-alasan lain.
Pada pertemuan Dewan Taman Nasional pada tahun 2003, insinyur kota Yerusalem, Uri Shitrit, mengakui bahwa penggunaan taman nasional ini cenderung untuk menciptakan “konfrontasi konstan” dengan penduduk setempat (warga Palestina). Namun, ia menambahkan bahwa mereka juga sangat membantu di daerah yang “dihuni oleh penduduk yang bermusuhan, sehingga terus berkembang” merujuk pada warga Palestina kota.
Ketika garis Yerusalem disepakati setahun kemudian, pada tahun 2004, para pejabat Zionis Israel mengamati bahwa “intervensi pemerintah besar-besaran” akan diperlukan, jika tujuan perencanaan adalah untuk menjamin mayoritas (atas warga Yahudi) yang kuat sebanyak 60 persen di kota itu.
Menurut Bimkom, taman nasional memainkan peran kunci dalam memenuhi target demografis (pemetaan jumlah penduduk berdasar ras).
Mengelilingi Kota Tua
Daerah seperti Sawaneh, kata Halper, merupakan potongan-potongan teritorial yang menciptakan sabuk kendali Yahudi yang mengelilingi Kota Tua.
Dalam laporan terbarunya, International Crisis Group mencatat bahwa sabuk ini dimaksudkan untuk menciptakan sebuah “Dinding api… yang mencegah penarikan [oleh Israel] dari inti kota” dalam hal perjanjian damai.
Jerusalem timur telah lama diklaim oleh Palestina sebagai ibukota negara Palestina masa depan. Tapi Israel telah mencaplok Yerusalem Timur dan mengklaimnya sebagai kota “modal bersatu dan abadi”.
Efrat Cohen-Bar, seorang perencana Bimkom, mengatakan Israel sejauh ini menyatakan dua taman nasional di Yerusalem Timur, dan ada satu lagi proyek besar menunggu persetujuan di Gunung Scopus.
Taman baru, yang berdiri di tanah warga Palestina, akan memblokir setiap perkembangan masa depan lingkungan Issawiya dan A-Tur, katanya.
Tapi Bimkom juga telah melihat versi tata-kota induk Yerusalem yang memperlihatkan adanya tiga taman nasional lainnya, di dekat kota tua Al-Quds, yang tidak disertakan pada peta resmi yang mereka terbitkan.
“Dari kegiatan yang kita lihat di lapangan, kami sangat curiga bahwa daerah ini sedang dipersiapkan untuk waktu di masa depan ketika semuanya dinyatakan sebagai taman nasional,” katanya kepada MEE.
Cohen-Bar mengutip penghancuran taman bermain swasta di Silwan pekan lalu oleh Otoritas Taman, padahal ia berada diluar tembok Yerusalem dari taman nasional. Peta asli master-plan, katanya, menunjukkan bahwa daerah tempat bermain itu pada akhirnya akan dimasukkan dalam perluasan taman.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan keprihatinan minggu lalu pada apa yang disebut “tren merusak, berupa penghancuran, perpindahan dan perampasan tanah” di Yerusalem Timur dan Tepi Barat.
Dipaksa Keluar Lagi dan Lagi
Bagi keluarga-keluarga di Yerusalem Timur, yang telah menolak gelombang ekspansi Israel, kekhawatiran terbesar adalah pertumbuhan taman nasional yang akan menyebabkan mereka kehilangan semuanya.
Nureddin Amro, dari Sawaneh, menunjukkan bahwa hal itu tidak menjadi hal pertama kali bagi keluarganya -dan banyak orang lain- telah mengungsi.
“Rumah ini dibangun jauh sebelum Israel datang ke sini atau taman nasional dideklarasikan,” katanya.
“Israel memaksa kami keluar dari rumah kami yang asli (dulunya) dan kami membangun kembali kehidupan di sini, di Yerusalem Timur. Kini Israel mengganggu kami lagi, dan mengeluarkan kami dari rumah milik kami lagi.”
Sumber: www.middleeasteye.net/news/israel-destroying-palestinian-homes-path-bible-trail-encircling-jerusalem-1585955449