Artikel

Raja Arab Pembela Palestina

Oleh Angga Aminudin, S.Kom.I (Kabid Humas Aqsa Working Group)

FAISAL bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdurrahman as-Saud lahir 1906 di Riyadh, Faisal adalah putra ketiga pendiri kerajaan Arab Saudi gelombang ketiga, Abdul Aziz bin Saud. Meski bukan putra mahkota, ia dipercaya menjadi panglima tentara. Dalam usia 19 tahun, ia sudah mencatat peranan besar. Sesudah itu, ia diangkat menjadi menteri luar negeri. Berkat kemampuan diplomasinya lah Arab Saudi mendapat pengakuan dari negara-negara maju dalam mempererat persahabatan dengan negara-negara Islam.

Raja Faisal merupakan sosok yang dikenal shalih, cerdas, pintar dan modern serta memegang teguh nilai Islam sehingga dinilai layak menggantikan posisi kakaknya Raja Saud yang dikenal gemar berfoya-foya dan jauh dari prinsip Islam dalam mengelola negara. Raja Faisal menduduki tahta kerajaan Arab Saudi atas dukungan ulama karena sifat religiusnya yang jauh lebih baik dari sang kakak. Banyak sekali program baru yang dicanangkannya selepas penobatannya sebagai kepala negara. Beberapa di antaranya adalah, pada tahun 1967 Raja Faisal menggalakkan program penghapusan perbudakan, juga melakukan penyederhanaan gaya hidup keluarga kerajaan dengan menarik 500 mobil mewah Cadillac milik istana.

Raja Faisal juga menyerukan agresi melawan Israel dalam rangka pembelaannya terhadap Yerusalem. Akhir-akhir ini viral video di Youtube rekaman khutbah seruan jihad Raja Faisal dalam melawan Israel. Di sela-sela pidatonya itu, Raja Faisal berdoa di hadapan khalayak agar Allah menetapkan kematiannya diterima sebagai orang yang terbunuh di jalan Allah (syuhada). Ia juga berdoa agar Allah segera mencabut nyawanya apabila ia tak mampu membebaskan tanah suci Yerusalem dari cengkeraman Israel.

Di kalangan umat Islam, Raja Faisal merupakan legenda yang tidak terlupakan setelah aksinya membela Palestina dalam embargo minyak melumpuhkan perekonomian negara barat. Langkah mengembargo minyak kepada negara barat tersebut dilakukan oleh Raja Faisal setelah melihat kebangkitan Israel mencengkeram kembali Palestina. Upaya embargo minyak oleh Raja Faisal tersebut dilakukan 50 tahun silam pada tahun 1973 sebagai bentuk pembelaannya kepada Palestina.

Hal tersebut dilakukan setelah diketahui bahwa Zionis Israel pernah terkalahkan dalam menjajah Palestina di peristiwa perang Yom Kippur hingga membuat negara penjajah tersebut terdesak. Melihat kebangkitan Israel atas bantuan persenjataan lengkap yang berlimpah dari Amerika dan negara gabungan, Raja Faisal lantas memberikan hukuman. Embargo minyak adalah hukuman yang diberikan oleh putera pendiri Arab Saudi modern Raja Abdul Aziz saat itu dan berdampak pada hancurnya perekonomian barat.

Ide embargo minyak ini kisahnya berawal dari sebelum menghadiri KTT Islam di Lahore, Pakistan, awal Januari 1973, Presiden Mesir Anwar Sadat melakukan umrah bersama pemimpin Libya, Muamar Khadafi. Keduanya singgah di Riyadh, menemui Raja Faisal. Dalam pertemuan itu Faisal berbicara masalah Palestina. Tutur Sadat kemudian, dalam memoarnya, salah satu data sejarah yang baru dalam pertemuan itu diungkap Faisal. Katanya, Inggris pernah mengusulkan kepada pihak Palestina agar menyetujui migrasi orang Yahudi. Tidak banyak, 50.000 jiwa saja. Kompensasinya, Inggris akan memberikan Palestina kepada Palestina. Tawaran itu dijawab, “Tidak!”

Bangsa Arab, yang waktu itu memang dalam suasana politik yang tidak mengenal kata lain selain “tidak” ikut mendukung sikap Palestina. Toh, Sadat berusaha meyakinkan, sampai Faisal bertanya, “Baiklah, lalu peranan apa yang diharapkan dari Saya?” Faisal juga meminta agar perang berlangsung panjang. Tidak hanya beberapa jam, atau satu dua hari, lalu gencatan senjata. Sejarah, kelak, memang mencatat bahwa kemenangan perang Oktober tidak ditentukan tank-tank atau pesawat-pesawat tempur Mesir dan Suriah maupun kehebatan taktik atau kemampuan juang para prajurit Arab. Kuncinya justru terletak pada keberanian Raja Faisal yang mengajak negara-negara Arab melakukan embargo minyak.

Negara-negara Arab pengekspor minyak melakukan embargo terhadap negara-negara maju pengimpor minyak yang punya hubungan ekonomi dan politik dengan Israel. Banyak memang yang meragukan keefektifan senjata minyak yang digunakan Faisal dan kawan- kawan. Disangsikan juga apakah embargo bisa berlangsung lama. Tentu saja Amerika Serikat kelimpungan dan mencoba menyatukan sikap negara-negara Barat dan Jepang, di samping memecah negara-negara Arab. Namun usahanya gagal, bahkan barisan mereka berantakan. Prancis, Jepang, dan Jerman Barat bahkan berpihak ke Arab.

Lebih jauh, embargo yang dipelopori Raja Faisal melumpuhkan perekonomian negara-negara Barat. Mereka juga menuntut mundur pasukan Israel dari wilayah-wilayah yang mereka duduki. Sayangnya perjuangannya membela Palestina dan menghukum Amerika beserta sekutunya harus berakhir pada 25 Maret 1975. Dua tahun embargo minyak terhadap negara barat berlangsung, Raja Faisal mengembuskan napas terakhir setelah timah panas keponakannya menembus tubuhnya. Faisal bin Abdul Aziz syahid dibunuh oleh keponakannya sendiri yang bernama Faisal bin Musaid.

Wallāhu ‘Alam bis-shawāb