Opini

“Di Saat Saya Punya Peluang Untuk Melakukannya, Saya Akan Hancurkan Masjid Al-Aqsho”

BismilLah.

Seringkali media massa (para pendukung Zionis Israel) membelokkan dan menyangkal fakta bahwa rencana menghancurkan Masjid Al-Aqsho hanyalah isu isapan jempol atau kebohongan semata. Maka hendaknya manusia bisa membuka kelopak matanya, melapangkan dadanya bahwa makar jahat itu benar adanya. Silakan simak tulisan media Zionis Israel sendiri…

“Di Saat Saya Punya Peluang Untuk Melakukannya, Saya Akan Lakukan”, Anggota Parlemen Likud Bersumpah Untuk Hancurkan Masjid Al-Aqsho

(Sebuah terjemahan bebas dari tulisan Dan Cohen dan David Sheen pada 29 Februari 2016)

“Bila hari itu datang dan saya punya peluang memimpin negeri ini, tidak saja menjadi perdana menteri, saya akan bangun Kuil di Al-Aqsho (Yahudi menyebutnya sebagai Temple Mount),” anggota muda parlemen Likud dan Wakil Jubir Knesset, Oren Hazan menyatakannya Kamis malam lalu, dalam diskusi panel di Petach Tikvah, sebuah kota Israel 20 kilometer sebelah timur Tel Aviv.

Setelah selesai diskusi panel, yang diselenggarakan oleh Kelompok Mahasiswa Untuk Bukit Kuil (Students For The Temple Mount), kami tanyakan kepada Hazan, bagaimana ia akan hancurkan Masjid Al-Aqsho dan Kubah Batu, untuk kemudian membuka jalan bagi pembangunan Kuil, dia menjawab, “Hal itu tidak bisa saya jelaskan saat ini kepada Anda, bagaimana kami melakukannya, tapi saya katakan dengan jelas dan nyata, “Saat saya punya kesempatan untuk melakukannya, saya akan lakukan”.

Karena terlibat dalam beberapa kontroversi, Hazan baru-baru ini diturunkan partai Likud dari partisipasinya dalam komite parlemen, di saat partainya memegang mayoritas sangat tipis di Knesset (Parlemen Zionis Israel). Sejak dia mendapatkan tempat di partai Likud, dalam slot yang disediakan untuk anggota muda pada tahun 2015, Hazan telah memperoleh reputasi sebagai personal yang agresif dan suka ribut. Segera setelah ia duduk di kursi Knesset, muncul dugaan bahwa Hazan telah menyewa pelacur untuk teman-temannya dan menggunakan shabu-shabu selama bekerja sebagai manajer kasino di Bulgaria, tuduhan yang ia bantah dengan tegas.

Hazan mengatakan kepada para mahasiswa bahwa menghancurkan tempat suci ketiga ummat Islam itu tidak akan menghasung kekerasan atau menimbulkan kecaman internasional yang signifikan. “Dikatakan bahwa dunia akan mengamuk saat terjadi peledakan helikopter Arafat, peledakan bandara di Dahaniya (Gaza), dan penghancuran gedung-gedung pemerintah Palestina, dan hal lainnya. Dalam setiap kasus, orang-orang merasa takut (akan sesuatu yang terjadi). Dan akhirnya mereka (masyarakat dunia) diam saja, dan tidak ada (hal menakutkan) yang terjadi. Saya pikir itu akan sama (terjadi) dengan (penghancuran) Al-Aqsho.”

Tapi seperti blogger masalah politik Israel, Yossi Gurvitz yang menjelaskan kepada kami di restoran Tel Aviv Kamis sore, pembongkaran kompleks Masjid Al-Aqsa dan pembangunan Kuil Yahudi adalah bagian dari nubuwat mesianis (Al-Masih) yang melahirkan gerakan (Yahudi) Temple Mount. “Mereka (Yahudi) sadar untuk mempersiapkan perang terakhir, dimana umat manusia akan dibagi menjadi orang-orang yang melayani Tuhan dan orang-orang yang melayani Setan, dan mereka yang melayani Setan akan hancur.”

Untuk “membebaskan Temple Mount (Al-Aqsho),” Hazan menegaskan bahwa wacana publik harus diubah. “Hal ini bukan hal ekstrim. Ini adalah hal mendasar. Hal ini (justru) masalah pondasi”, katanya kepada peserta, sebelum ia peringatkan bahwa jika Israel tidak membangun sebuah Kuil maka, “Kita mungkin tidak akan memiliki Tel Aviv”.

Diskusi panel yang diselenggarakan oleh “Mahasiswa Untuk Temple Mount” ini juga menampilkan aktivis Jewish Home (Rumah Yahudi) dan pemimpin para pemukim, Shimon Riklin, koresponden pemukiman Haaretz Tepi Barat, Chaim Levinson, dan Uri Zaki, mantan direktur B’Tselem USA dan ketua Komite Sentral Meretz.

Diadakan di sebuah ruangan kerja kota Petah Tikva, yang dihiasi sorot lampu biru dan DJ yang memainkan lagu “Justin Timberlake, Rock Your Body”, belasan peserta anak-anak muda, baik agamis maupun sekuler, bersemangat menyambut dan foto narsis bersama Hazan, ketika ia datang. Acara dimulai agak terlambat, meskipun tanpa Uri Zaki, yang rupanya tersesat dalam perjalanan.

Setelah pemutaran video singkat yang menampilkan sesi orang-orang Yahudi dikawal polisi Zionis (saat kunjungan) di sekitar Temple Mount (Al-Aqsho), dua mahasiswa memperkenalkan diri.

“Kami dari tim hasbara [propaganda] Students For Temple Mount. Nama saya Hadas. Seperti yang Anda lihat, saya (gadis yang) tidak memiliki hubungan yang kuat dengan agama, mengacu pada baju jins-nya yang robek di-lutut dan memakai jaket kulit. Setelah diundang ceramah, dia menjelaskan, “Saya belajar bahwa ada sesuatu yang lain terjadi di sana (Al-Aqsho). Bahwa (disana) ada diskriminasi terang-terangan terhadap Yahudi”

Shimon Riklin menyebut status quo Al-Aqsho sebagai “apartheid” terhadap Yahudi, dan mengklaim bahwa Al-Aqsho adalah satu-satunya tempat suci dalam agama Yahudi. Riklin mengatakan bahwa semua dinding batu yang mengelilingi Al-Aqsho, termasuk Tembok Barat, tidaklah suci dalam agama Yahudi, dan bahkan makam Joseph dan makam Rachel tidak lagi suci, tetapi palsu. “Di Tanah Israel, hanya ada satu tempat suci, ya satu. Satu! Segala sesuatu yang lain hanyalah sekedar kisah.”

Gurvitz menggambarkan keinginan Yahudi untuk berdoa di Kompleks Al-Aqsho bagaikan ikan merah. “Titik gerakan Temple Mount ini bukanlah berdoa di Al-Aqsho, karena doa tidaklah penting untuk gerakan Temple Mount. Pendirian Kuil itulah yang akan menghapuskan (kewajiban) doa. Doa hanyalah gambaran dari pengalaman spiritual Anda, di saat sekali lagi kita sembelih domba, dan sebarkan darah dan dagingnya di lantai, untuk kemuliaan Tuhan (Yahudi)”, kata Gurvitz. “Awalnya, dan awalnya yang saya maksud adalah sebelum penghancuran Kuil Yahudi ke-2 pada tahun 70M, sebagai bentuk utama dari ketaatan Yahudi, yakni (diadakannya) pengorbanan.”

Menurut Gurvitz, “Tidak ada [Yahudi] yang diperbolehkan mendaki Al-Aqsho, ini adalah fatwa resmi dari sebagian besar Rabbi Ortodoks di Israel dan di dunia. Sebuah minoritas yang sangat kecil, saya katakan kurang dari 5%, yang mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mungkin diperbolehkan untuk mendaki Al-Aqsho. Minoritas ini, bagaimanapun, adalah kekuatan politis sangat kuat di Israel, dan akan mengubah realitas sejarah untuk dapat memenuhi kebutuhan politik keagamaannya.”

Hazan adalah salah satu dari beberapa anggota Knesset yang mengekspresikan dukungan untuk gerakan Temple Mount, banyak dari mereka yang memegang posisi jauh lebih menonjol dari dia, meskipun janjinya untuk menghancurkan tempat-tempat suci Islam dan membangun sebuah Kuil termasuk ide paling “gila”. Puluhan legislator utamanya, walau tidak terbatas hanya partai sayap kanan, telah menyatakan dukungan untuk pemenuhan hak berdoa bagi Yahudi di Al-Aqsho, termasuk pejabat pemerintah Menteri Kebudayaan Miri Regev, Menteri Kehakiman Ayelet Shaked, Menteri Perhubungan Yisrael Katz, mantan Menteri Keamanan Umum Yitzhak Aharonovitch, dan untuk saat ini Sekretaris Jenderal Tenaga Kerja dan Wakil Ketua Knesset Hilik Bar.

Beberapa di antaranya, termasuk Menteri Pertanian Uri Ariel dan mantan Wakil Ketua Knesset Moshe Feiglin, telah lebih dulu memanggil publik Yahudi untuk membangun Kuil. Wakil Menteri Pertahanan Eli Ben Dahan bahkan telah menyumbangkan $US 12.000 dari kantongnya sendiri untuk pembangunan konstruksi Kuil tersebut.

Terlepas dari kenyataan bahwa Hazan mempermalukan partai Likud, penting bagi Netanyahu bahwa Hazan (dapat) merampungkan masa jabatannya, karena jika Hazan meninggalkan Knesset, maka kursi yang ia tempati saat ini akan diambil-alih oleh aktivis Temple Mount nomor satu, Yehuda Glick. “Ini akan memberi stempel bahwa partai Likud adalah partainya gerakan Temple Mount,” kata Yossi Gurvitz.

Tidak ada anggota Knesset yang mewujudkan pertumbuhan kekuatan gerakan Temple Mount melebihi daripada Yehuda Glick, seorang rabbi para pemukim yang lahir di Amerika dan menyebut dirinya sebagai “aktivis hak asasi manusia.”

Sejak percobaan pembunuhan pada Yehuda Glick bulan Oktober 2014 lalu, profilnya meningkat secara dramatis, dan kampanye untuk mengubah status quo Al-Aqsho dan ijin berdoa bagi Yahudi di sana telah mendapatkan momentum. Saat ini Glick berada di posisi ke-31 pada daftar partai Likud, ya posisi paling bawah.

Netanyahu telah berulang kali menyatakan bahwa Israel tidak akan mengubah status quo Al-Aqsho. Mengubahnya statusnya akan dilihat sebagai penghinaan terhadap umat Islam di seluruh dunia, dan bisa mengganggu adanya diplomatik Israel dengan sekutu internasional, juga hubungan dengan tetangganya di Timur, Jordan, yang memiliki saham kendali atas kompleks Masjid Al-Aqsa.

Meskipun ada penolakan (pengubahan status quo) dari perdana menteri, statistik menunjukkan bahwa Zionis Israel sebenarnya terus-menerus menggeser status quo itu. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah hari di mana Zionis Israel membatasi akses warga Palestina ke kompleks Al-Aqsa telah meningkat secara eksponensial, dari 3 hari pada tahun 2012, menjadi 8 hari pada tahun 2013, menjadi 41 hari pada tahun 2014 (sayang, statistik untuk tahun 2015 belum tersedia). Netanyahu juga telah menunjukkan bahwa dia tidak akan meratakan tempat suci non-Yahudi, walaupun Israel sesekali menghancurkan masjid warga Palestina, dan selama serangan di Jalur Gaza, setidaknya Zionis Israel merusakkan atau menghancurkan 278 masjid dan 2 gereja.

Hazan telah menyadari bahwa dalam situasi saat ini, kursi Knesset-nya aman, membuatnya bebas untuk mengintai posisi guna mendukung gerakan Temple Mount, bahkan lobi ini sampai sekarang menahan diri dari publik. Pada Sabtu malam, Hazan mengisyaratkan bahwa ia tidak akan dibatasi oleh disiplin koalisi selama voting Knesset, (ia) mengatakan kepada harian Meet the Press, “Saya akan terus mengatakan kebenaran tanpa keraguan, tanpa rasa takut bahwa mereka akan memecat saya.” Ia menambahkan, “Saya hanya bekerja untuk orang-orang Yahudi, untuk Tanah Israel, untuk Taurat dan untuk kebenaran.”

Tidak semua panelis Petach Tikvah melihat Al-Aqsho dari lensa Alkitab Yahudi, namun Wartawan Chaim Levinson, seorang Yahudi sekuler mengatakan, “Ini tidak berarti apa-apa. Saya tidak percaya apapun yang suci. Itu adalah tempat orang gila yang bersedia untuk membunuh atau dibunuh untuk alasan tertentu. Jika itu diserahkan kepada saya, mereka bisa saja membuka sebuah kedai kopi di sana.”

Riklin mengambil masalah pandangan Levinson itu dengan mengatakan, “Levinson adalah contoh sempurna dari hilangnya identitas. Seorang pria yang telah melupakan apa artinya menjadi seorang Yahudi”

“Itulah sebabnya dia perlu di-Yahudi-kan!”, teriak seorang pria peserta panel, yang kemudian mendekati panelis dan menaruh kippah (topi agama) di kepala Levinson.

Aktivis zionis liberal Meretz Partai, Uri Zaki pun tiba, ia meminta maaf dan menyalahkan petunjuk jalan yang buruk, karena dia menggunakan “aplikasi Goyim [istilah merendahkan bagi orang-orang non-Yahudi].” Dia mengaku menjadi ragu-ragu untuk mengambil bagian dalam diskusi panel, setelah sesama aktivis dari liberal-zionis menunjukkan padanya bukti, bahwa Mahasiswa Untuk Temple Mount bekerjasama dengan kelompok radikal yang disebut “Returning to the Mount” pemimpin Lehava, Bentzi Gopstein, dan pengikut lainnya dari Rabbi Meir Kahane, pemimpin terakhir dari partai terlarang Kach, yang menganjurkan melembagakan pemerintahan teokratis dan pembersihan etnis Palestina dari Israel dan semua wilayah yang dijajahnya. “Anda akan [berbicara kepada] kelompok yang pada dasarnya adalah ‘wajah cantik’ dari kelompok lain,” katanya.

Anggota audiens menyela, “Tapi bukan sebagai sebuah gerakan,” yang menyatakan bahwa gerakan Mahasiswa Untuk Temple Mount bekerjasama dengan Gopstein tidak dalam kapasitas resminya.

Zaki menjelaskan siapa Gopstein, orang yang telah menyerukan pembakaran gereja di Israel, sebagai “didiskualifikasi” dan menuduh kelompok mahasiswa sebagai “pemberian legitimasi atas teroris Yahudi.”

Dan saat roda acara berputar… Zaki dan Riklin mulai berdebat, sementara moderator berusaha menenangkan situasi, “Sangat penting bagi saya untuk mengatakan bahwa kita tidak datang ke sini untuk menentukan bahwa beberapa orang tidak sah (untuk mengikuti diskusi).”

Marah dengan kritik Zaki atas Gopstein, Riklin meninggalkan panggung dan acara tersebut.

Para peserta menjadi bermusuhan dengan Zaki, dan setelah beberapa menit, dia juga berjalan keluar panggung, meninggalkan Hazan dan Levinson sebagai panelis yang tersisa.

Memulai panel diskusi kembali, Levinson mengatakan bahwa Zaki berusaha untuk menjelaskan bahwa orang-orang seperti Hadas, moderator sekuler yang memahami Al-Aqsho sebagai hak Yahudi, yang sedang dieksploitasi oleh fundamentalis mesianis dalam rangka memenuhi nubuwat apokaliptik mereka.

“Ada banyak orang yang berpikir tentang Al-Aqsho, dan semua terkait demokrasi dan hak asasi,” kata Levinson. “Tapi mereka menutupinya dari masyarakat Yahudi, yang berpikir bahwa Al-Aqsho bukanlah demokrasi, tapi kiamat (karena) merubuhkan masjid dan memulai perang agama.”

“Hal-hal yang Anda katakan bisa saja sangat, sangat benar, ada orang-orang yang menggunakan alasan ini untuk menutupi sisi gelapnya,” jawab Hazan, mengakui pernyataan Levinson.

Gurvitz sebelumnya telah menjelaskan hal ini secara dinamis, dimana dominasi agama naik ke tampuk kekuasaan karena tertolong nasionalis sekuler, sebagai konsep Kookian dari “Keledai Al-Masih,” yang dikembangkan pertama oleh kepala rabbi Ashkenazi Palestina, Avraham Yitzhak HaCohen Kook.

Menurut Kook, sekuler Zionis “akan bertindak sebagai hamba Mesias,” kata Gurvitz. Menyadari peran mereka sebagai keledai, Zionis sekuler akan bekerja keras untuk menciptakan negara Yahudi dan tentaranya, dan menaklukkan tanah Israel, yang akan mengantarkan “Kerajaan Tuhan” ala Yahudi.

Hazan menegaskan, bagaimanapun, bahwa oportunisme politik tidak punya alasan untuk meninggalkan perjuangan bagi hak Yahudi atas Al-Aqsho. “Pada tingkatan ini, jika semua orang takut akan keberadaan mereka,” kata Hazan, “maka tidak akan ada ideologi, tidak akan ada aksi, tidak akan ada kontribusi, dan semuanya akan hilang.”

Melukiskan perbedaan antara aspirasinya sendiri dan orang lain yang mencari cara penghancuran masjid Al-Aqsho, Hazan mengatakan bahwa dia tidak akan melarang Muslim dari Al-Aqsho. “Saya tidak mendukung aksi menendang Muslim keluar dari sana. Saya mendukung kebebasan beragama bagi semua agama di Al-Aqsho,” katanya kepada peserta diskusi. “Mengapa? Untuk satu alasan. Untuk membuktikan bahwa alasan [keberatan atas kegiatan Yahudi di Al-Aqsho adalah] anti-Zionis, anti-Yahudi, dan mereka membenci kita, dan bukan karena alasan agama”.

Mengingat dukungan nyatanya untuk kebebasan akses pada Al-Aqsho atas Yahudi dan non-Yahudi, kami tanyakan padanya bila dia menentang “Acceptance Committees Law” 2011, yang memungkinkan desa di seluruh Israel untuk membatasi diri berdasar kriteria rahasia mereka sendiri. Secara historis, kekuasaan ini telah dipergunakan untuk membatasi masuknya warganegara Israel asal Palestina, Timur Tengah dan Yahudi Afrika, orang-orang aneh, keluarga orang tua tunggal dan minoritas lainnya. “Hari ini saya ikut menandatangani, bahwa saya bergabung [mendukung] RUU yang membatalkan Hukum tersebut,” jawabnya, ia pun mendapatkan ucapan selamat dan tepukan ramah di punggungnya dari Levinson.

Ketika kami tanyakan kepada Hazan, kandidat presiden Amerika mana yang ia lihat sebagai pendukung kehadiran Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsho, dia menjawab, “Trump, saya pikir? Aku tidak tahu mengapa, tapi aku percaya padanya. Banyak orang mengatakan kepada saya bahwa Trump adalah potret diri saya versi Amerika.”

Sumber : http://mondoweiss.net/2016/02/when-i-have-the-opportunity-to-do-it-i-will-likud-lawmaker-vows-to-demolish-al-aqsa-mosque/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *