BismilLah.
Setiap tahun pelari datang dari seluruh dunia untuk ambil bagian dalam acara ini, banyak dari mereka mungkin tidak menyadari bahwa mereka sedang berlari di tanah curian.
(Sebuah terjemah bebas dari tulisan Yara Hawari Yerusalem pada 19 Maret 2016)
Pasukan Israel berjaga saat orang asing dan warga Israel berlari melalui Kota Tua Yerusalem selama maraton pertama kalinya diselenggarakan di Yerusalem 25 Maret 2011 lalu (Menahem Kahana/AFP/Getty Images)
Pada tahun 2012, seorang wanita Inggris bernama Poppy Hardee mengambil bagian dalam Jerusalem International Marathon ke-dua. Dia tiba di acara itu dengan kaos (produk) Palestina dan (membawa) bendera (Palestina). Saat melakukan hal itu, ia berharap kesadaran untuk Palestina dapat meningkat, dan sekaligus menunjukkan solidaritas atas teman-teman Palestina-nya asal Jerusalem, yang dilarang ikut dalam acara tersebut. Tujuan lain dirinya adalah menyelesaikan maraton. Tapi kemudian ia melaporkan bahwa selama dirinya berlari, ternyata tentara Israel menyerangnya secara fisik, menyita bendera yang dibawanya, dan meludahi (bendera) itu.
Empat tahun kemudian, Yerusalem Marathon diadakan lagi di tempat yang sama. Di pagi hari, jalan-jalan yang biasanya penuh mobil, kini kosong. Jalan-jalan ditutup dan hanya menyisakan para pejalan kaki. Tahun ini lebih dari 30.000 peserta ambil bagian. Ingin mendorong partisipasi yang lebih mendunia, Nir Barakat, Walikota Yerusalem, menulis di situs marathon : “Saya ingin mengajak Anda semua, pelari amatir dan profesional, sendirian dan kelompok atau sekeluarga, mahasiswa dan tentara, dari semua agama dan latar belakang etnis, untuk datang dan ambil bagian dalam marathon 2016.”
Namun tidak semua orang disambut sebagaimana pesan yang dituliskan. Sebelum acara berlangsung, beberapa aktivis Palestina dilarang memasuki area Yerusalem. Beberapa diantaranya juga ditangkap, karena berdiri di sisi jalan dengan mengenakan kaos yang menyatakan bahwa marathon itu diadakan di wilayah Palestina yang dijajah.
Fakta ini -fakta penjajahan- selalu absen (tidak pernah muncul) dari situs resmi marathon. Sebaliknya, ia (marathon itu) menggambarkan dirinya sebagai perlombaan lari hebat nan indah, membual keindahan dimana pelari akan “melewati situs-situs sejarah menarik, yang telah menerangi 3.000 tahun sejarah Yerusalem, ibukota Israel.”
Situs itu gagal menyebutkan bahwa seluruh Jerusalem bukanlah ibukota Israel. Pada tahun 1967, Israel menduduki Tepi Barat dan Gaza. Hal itu mencaplok Yerusalem Timur dan menyatakan semua Yerusalem sebagai ibukota abadi (Israel). Setahun kemudian, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa “semua tindakan legislatif dan administratif, dan tindakan yang diambil oleh Israel, termasuk perampasan tanah dan properti di atasnya, yang cenderung untuk mengubah status hukum Yerusalem, adalah tidak sah dan tidak dapat mengubah statusnya” . Sejak itu, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan banyak resolusi yang menegaskan ketidaksahan (invalidity) dan ketidakresmian (illegality) pendudukan Israel di Yerusalem Timur.
Jerusalem Marathon menenun jalan di kota itu dengan secara total mengabaikan hukum internasional. Acara berjalan melalui Kota Tua, Talpiot Timur dan Gunung Scopus, yang semuanya berada di lingkungan Yerusalem Timur yang dijajah. Tidak diragukan lagi, banyak pelari internasional tidak menyadari bahwa mereka sedang berlari di atas tanah Palestina yang dicuri, berdasar pengakuan internasional.
Kebanyakan pelari internasional juga mungkin tidak menyadari situasi-kondisi warga Palestina di tanah ini. Sejak pencaplokan Yerusalem Timur pada tahun 1967, lebih dari 2.000 rumah warga Palestina di dalam kota telah dihancurkan, dan 35 persen dari tanah Palestina telah disita untuk digunakan sebagai pemukiman ilegal warga Israel.
Terlebih lagi, puluhan ribu warga Palestina dengan KTP Yerusalem Timur telah dipisahkan dari kota oleh Tembok Pemisah dan dipaksa pergi melalui pos pemeriksaan yang sulit untuk mencapai tempat kerja mereka, pelayanan medis dan rumah keluarga. Lingkungan Yerusalem Timur kekurangan dana kota, dan sebagian besar sekolah dan rumah sakit kekurangan sumberdaya dan staf.
Berjalan melalui Yerusalem Barat, jalan-jalan dalam kondisi bersih dan daerah yang sengaja dibersihkan dari (kesan) Yerusalem Timur, yang tidak memungkinkan Anda untuk melihat adanya pemisahan sistematis kehidupan di Israel dan di Palestina. Ini adalah (sistem) pemisahan yang boleh disamakan dengan apartheid Afrika Selatan, oleh banyak akademisi dan pekerja hak asasi manusia (termasuk Desmond Tutu). Richard Falk, pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia di wilayah Palestina dari 2008-2014, mengatakan bahwa kebijakan Israel berprinsip dengan “karakter kolonialisme yang tidak dapat diterima, apartheid dan pembersihan etnis”.
Di ujung jalan kota Yerusalem adalah Bethlehem, tempat kelahiran Yesus, dan kota yang saat ini di-iris oleh tembok pemisah Israel. Di sinilah Palestina Marathon berlangsung, dan tahun ini akan menjadi putaran ke-empat. Marathon yang diselenggarakan oleh Komite Olimpiade Palestina dan Hak Gerakan dikampanyekan. Tahun lalu ada 3.000 peserta, dan tahun ini mereka mengharapkan setidaknya ada 4.000 peserta. Jarak marathon di Betlehem hanya 21 km, setengah dari marathon penuh, sehingga saat mereka menjalankan lomba penuh harus memutar dua lap. Alasan ini adalah disengaja. Bethlehem dikelilingi tiga sisi tembok pemisah, yang berarti hanya ada sedikit ruang untuk bergerak.
Palestine Marathon dimulai dan berakhir di Gereja Nativity, pelari akan melalui dua kamp pengungsi, Aida dan Dheisheh, dan sepanjang Tembok Pemisah (Separation Wall). Lomba ini merangkum pengalaman sehari-hari warga Palestina sepanjang 21 km. Kamp pengungsi Bethlehem menjadi rumah warga Palestina yang tercerabut dari rumah mereka di tahun 1948 peristiwa Nakba, yang dalam bahasa Arab berarti “bencana”. Lingkungan padat penduduk dan kurang peralatan, selama beberapa dekade, kamp lama masih mengandalkan Badan PBB (Reliefs Works Agency) untuk memberikan pelayanan dasar. Tembok Pemisah berdiri sepanjang lebih dari 712 km, dan telah dinyatakan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) sebagai pelanggaran hukum internasional. Tembok itu telah memotong warga Palestina dari tanah mereka, memisahkan mereka dari anggota keluarga dan membungkus mereka dalam sebuah penjara terbuka.
Kedua lomba marathon itu, hanya dipisahkan waktu dua pekan, berdiri kontras satu sama lain. Sementara (lomba) yang satu mengabaikan hukum internasional, (lomba) yang lain meningkatkan kesadaran dan menyatukan solidaritas internasional bersama rakyat Palestina. Tidak ada tempat lain di dunia ini dimana aksi lomba lari begitu bernuansa politik tetapi, jika 50 tahun terakhir telah mengajarkan kita segalanya, bahwa bahkan hal-hal sederhana di Palestina (ternyata) tidak bisa berlari lebih cepat dari penjajahan.
Sumber: http://www.independent.co.uk/voices/jerusalem-marathon-the-race-that-breaks-international-law-a6939371.html