Mungkin bagi kebanyakan warga Indonesia, nama Fayez A.A. Elkhssih merupakan sebuah nama asing yang bahkan sosok fisiknya tidak akan terbayang, kecuali dari nama ‘Fayez’ saja yang terdengar seperti nama dari Timur Tengah.
Fayez adalah seorang pria berusia 67 tahun asal Palestina yang tinggal di sebuah kontrakan kecil di daerah Palmerah, Jakarta Barat. Rumah sewa seukuran tidak lebih dari 2X2 meter tersebut ditinggali Fayez, lansia sebatang kara, dalam kondisi kumuh dan kondisi MCK tidak layak.
Kisah ini akan diceritakan secara singkat dan mungkin bagian awalnya menyakitkan hati kita, rakyat Indonesia yang terbiasa menyuarakan kecintaan terhadap perjuangan Palestina. Sementara di sebuah pojok kota di Jakarta Barat, ada seorang lansia Palestina yang tidak bisa menebak hari esok masih ada atau tidak karena kondisinya cukup memprihatinkan, bahkan untuk sekedar bertahan.
Tapi takdir Allah telah mempertemukan Fayez dengan Aqsa Working Group (AWG) dan Yayasan Shuffah Hizbullah Al-Fatah atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Al-Fatah. Yayasan ini telah melahirkan para aktivis kemanusiaan dan relawan yang turut terjun ke Palestina dalam berbagai aksi dukungan kemanusiaan, salah satunya pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza yang diinisiasi Medical Emergency Rescue Committee (MER-C).
Pertemuan berawal dari adanya laporan sesama pengungsi Palestina di Indonesia mengenai kondisi memprihatinkan Fayez di kontrakan kecil dan kumuh itu dengan kondisi tidak memiliki uang untuk makan sehari-hari. Tidak lama setelah mendapat laporan itu, tim yang terdiri dari relawan AWG dan Yayasan bergerak untuk mengecek kebenaran laporan, dan benarlah yang disampaikan pengungsi tersebut. Tidak berpikir lama, atas arahan Imaam Yakhsyallah Mansur, pembina AWG, tim membawa Fayez untuk tinggal di Pondok Pesantren Al Fatah dan mendapat santunan untuk kebutuhan sehari-hari di sana.
Selain itu, Pondok dan AWG juga membantu Fayez untuk mengurus dokumen keimigrasian sampai akhirnya resmi memiliki izin tinggal terbatas di Indonesia (KITAS).
Siapa yang sangka, kehidupan Fayez tidak sesederhana kehidupan orang rata-rata di Indonesia. Sebagai seorang yang hidup dalam peperangan di wilayah pendudukan Palestina di Tepi Barat, mengharuskan Fayez, mau pun banyak warga Palestina lainnya berhijrah untuk belajar atau pun bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Di Tepi Barat, warga Palestina hidup seperti kelas dua di dalam kalangan masyarakat, mereka menjadi pekerja buruh (seperti budak) yang kemana-mana harus melewati pos pemeriksaan, dan banyak dari mereka bekerja menjadi buruh para pengusaha Israel. Selain diskriminasi, penculikan dan penangkapan serta perampasan properti bisa serta merta menimpa warga Palestina di wilayah itu secara tiba-tiba, tidak ada yang pasti dari sebuah ketakutan yang dihasilkan dari penjajahan dan penjarahan.
AWG mendapati informasi di kemudian hari bahwa Fayez adalah seorang pensiunan dokter yang pernah bekerja di Arab Saudi cukup lama. Hal tersebut dibenarkan melalui data dokumen miliknya. Namun, menurut keterangan Fayez, sejak pensiun, dirinya menikah dengan wanita asal Sukabumi dan itulah alasan mengapa pria tersebut pindah ke Indonesia.
Meskipun sempat tinggal selama dua tahun di Sukabumi sejak 2017 dan melakukan beberapa usaha kecil-kecilan untuk menghidupi mereka dan anaknya, hubungan pasangan ini tidak berlanjut hingga Fayez digugat cerai oleh istrinya setelah itu dan Fayez yang tidak membawa harta sepeser pun berakhir di kontrakan kecil kumuh itu, setelah sebelumnya sempat ditahan di Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi) karena kelebihan masa tinggal (overstay) dan Fayez tidak memiliki uang untuk menebus masa overstaynya.
Setelah dibantu pengungsi lain untuk keluar dari Rudenim, Fayez berakhir di sebuah kontrakan kumuh dan tak memiliki apa-apa, selain harapan hidup bagi seorang warga yang pernah merasakan perihnya sebuah penjajahan.
Hidup sendirian di usia tua dalam kondisi tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa mungkin menjadi hal yang kebanyakan dari kita tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahkan jika saat ini kita sedang berada diantara keluarga atau orang-orang terkasih di sekitar kita. Tidak bagi Fayez, kesulitan di negaranya tidak jauh lebih baik dari kondisinya sekarang, sendirian dan menua.
Sebuah awal dan akhir
Selama hampir dua tahun tinggal di Pondok Pesantren Al-Fatah, kondisi fisik pria lansia itu naik turun. Kadang dia sehat dan berjalan-jalan di seputaran pondok atau ke masjid terdekat, namun kadang dia sakit sehingga mengharuskannya di bawa ke klinik atau rumah sakit. Semua dilakukan atas pembiayaan Pondok bersama AWG, Mer-C, Mae-C, Alfa Centauri, dan muhsinin lainnya yang peduli.
Kondisi sakitnya berputar pada darah tinggi, batuk-batuk, dan penurunan nafsu makan. Namun kadang kondisinya membaik dan Fayez melakukan rutinitas seperti biasa kembali. Hingga pada awal Januari 2021, ketika dia sedang dalam kondisi tidak baik dan mendapati ada darah dalam buang air kecilnya, tim dari Pondok pun membawanya berobat kembali dan setelah pemeriksanan panjang dan sempat masuk ke IGD di beberapa RS. Tidak hanya itu, pria lansia ini sempat positif Covid pada 11 Januari dan dinyatakan negatif pada 21 Januari 2021.
Dari berbagai pemeriksaan yang dilakukan dan dalam proses yang memakan waktu, hasil CT Scan menunjukkan bahwa Fayez mengalami pembersaran Prostat 10 kali dari normal dan harus dilakukan tindakan operasi sesegera mungkin. Dengan takdir Allah dan kemudahan dari-NYA, tim dari Pondok dan AWG mendapat bantuan pendampingan dan pengobatan tim dokter dari MER-C yang akhirnya membawa Fayez ke RSI Cempaka Putih untuk mendapat pengobatan lebih lanjut, sebelum dirinya dirawat di
Sebelum dirawat di RSI tersebut, kondisi pria jauh lebih parah saat dirinya terjatuh di kamar mandi hingga akhirnya lengan bagian kanannya mengalami keretakan yang cukup serius. Berkat bantuan dari tim medis MER-C dirinya mendapat pertolongan operasi di RS Ridhoka Salma Cikarang, Bekasi secara gratis.
Kondisi lengan pria itu membaik dari waktu ke waktu, namun tidak dengan penyakit sebelum dia jatuh yang malah sebaliknya. Kondisi Fayez memburuk dan harus dirawat secara intensif di IGD RS itu, hingga pada hari ini, 7 April 2021, dirinya tidak mampu bertahan dan pahlawan kesehatan dari negeri peperangan tersebut telah gugur di medan perangnya, rumah sakit.
Fayez Elkhssih meninggal setelah menjalani 10 hari perawatan di RS Islam Cempaka Putih, di negeri yang dia cintai sepenuh hati. Di antara orang-orang yang juga mencintainya, sepenuh hati.
Semoga segala perjuangan yang harus dilalui dr. Fayez A.A. Elkhssih di dalam hidupnya mendapat ridha Allah Subhanahu wa Taala dan segala dosa-dosanya diampuni, serta semua pihak yang telah terlibat dalam upaya menyelematkan Fayez diterima sebagai amal soleh yang diridhai-NYA (RA)