Oleh Farrah Ulya, Pengurus Pusat Aqsa Working Group (AWG) Bidang Kesekretariatan
Setiap tanggal 30 Maret, rakyat Palestina dan aktivis pro-Palestina di seluruh dunia memperingati serta melanjutkan perjuangan membebaskan tanah Palestina dari kolonialisme Zionis Apartheid.
Pada 1975, Zionis Israel melakukan kampanye militer kepada tanah-tanah kepemilikan rakyat Palestina, membatasi pergerakan rakyat Palestina di daerah-daerah tertentu, serta mengumumkan akan mengambil lahan dari desa-desa Palestina untuk dipergunakan.
Pada akhir tahun tersebut, pihak berwenang Israel memutuskan untuk menyita sekitar 3.000 dunam (sekitar 740 hektar) lahan milik rakyat Palestina di Kafr Qasim, sebuah desa tempat pembantaian mengerikan terjadi sekitar dua puluh tahun sebelumnya.
Keputusan penyitaan disusul oleh keputusan polisi Zionis pada awal Februari 1976 untuk melarang para petani dari desa Arbalai, Sakhnin, dan Deir Hanna untuk mengakses lahan mereka di wilayah Al-Mill, bagian kecil dari zona 9, yang digunakan untuk pelatihan militer Zionis.
Polisi Zionis mengatakan kepada mereka bahwa siapa pun yang memasuki daerah itu dianggap telah melakukan kejahatan.
Langkah tersebut menjadi ancaman bagi pemerintah dan rakyat Palestina yaitu kolonialisme Zionis Israel. Maka dimulailah aksi protes pengambilalihan atau perampasan lahan di berbagai daerah. Gerakan ini meluas dan semakin terorganisir seiring waktu.
Dalam ketegangan demonstrasi di berbagai daerah tersebut, Zionis Israel di bawah Perdana Menteri Yitzhak Rabin, pada 29 Februari 1976, memutuskan untuk menyita 20.000 dunam (sekitar 4.900 hektar) lahan di Galilea sebagai bagian dari rencana “Ekspansi Galilea”.
Atas Pernyataan tersebut Komite Nasional untuk Pertahanan Tanah Palestina mengadakan pertemuan besar di Nazareth pada 6 Maret 1976. Pertemuan mengumumkan 30 Maret 1976 sebagai hari protes massal untuk mempertahankan tanah Palestina dari ancaman pengambilalihan atau perampasan Zionis Israel.
Kini 46 tahun lalu, pada 30 Maret 1976, dimulailah protes massal warga Palestina untuk mempertahankan tanah Palestina di Galilea. Enam orang Palestina ditembak mati oleh Polisi Kolonial Israel ketika berjuang mempertahankan tanah mereka, puluhan lainnya luka-luka, serta ratusan orang ditangkap.
Protes yang terjadi berhasil menyatukan berbagai kalangan di Palestina, dalam tujuan yang sama yaitu mempertahankan dan membebaskan Tanah Air Palestina dari kolonialisme Zionis Israel.
Setelah itu, 16 tahun kemudian, pada 1922, 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Tanah Palestina yang terus diperingati setiap tahunnya hingga kini.
Menurut PCBS, Israel hingga kini telah merebut 85 persen dari Palestina yang bersejarah – mewakili sekitar 27.000 kilometer persegi tanah – sejak negara Yahudi itu didirikan pada 1948.
Hukum internasional menyebutkan Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai “wilayah pendudukan” yang direbut oleh Israel pada 1967, menganggap semua pembangunan permukiman Yahudi yang dibangun di tanah itu adalah ilegal.
Namun demikian, hingga hari ini, Israel terus merampas tanah Palestina di Tepi Barat. Pendudukan terus membangun permukiman khusus Yahudi yang jelas-jelas melanggar hukum internasional.
Pemerintah dan rakyat Palestina, baik di Jalur Gaza dan Tepi Barat, pada bagiannya, terus menyerukan pembentukan negara Palestina merdeka dengan Kota Al-Quds – yang saat ini diduduki oleh Israel – sebagai ibu kotanya.***