BismilLah.
Suatu kali Anda yakin bahwa kehidupan di Yerusalem berlangsung damai dan setara diantara warga-warganya, tidak ada perlakuan rasis, tapi nampaknya Anda kurang seksama saat melihatnya. Mari simak tulisan menarik “alis mata” dibawah ini. Tulisan ini adalah terjemah bebas dari artikel sumber, yang ditulis oleh Daoud Kuttab pada 17 Mei 2016.
Salah satu sumber utama kemarahan warga Palestina dibawah penjajahan Zionis Israel adalah pembatasan gerak mereka. Warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat tidak dapat berpergian ke Jalur Gaza, dan warga Palestina di Jalur Gaza pun biasanya tidak diizinkan meninggalkan Gaza. Perjalanan dari wilayah-wilayah penjajahan ke negara tetangga, yakni Yordania dan Mesir, juga melibatkan berbagai aturan pembatasan.
Setelah intervensi dari Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, negara Mesir membuka penyeberangan Rafah pada 9 Mei lalu selama dua hari, tetapi hanya diperuntukkan persentase sangat kecil dari sejumlah 30.000 warga Palestina yang ingin keluar dari Jalur Gaza. Sebuah laporan mengkabarkan bahwa 1.221 warga Palestina yang telah terjebak di Mesir, diizinkan untuk kembali ke Gaza.
Dalam buletin Januari, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan melaporkan bahwa pada kuartal terakhir tahun 2015, pasukan Israel telah mendirikan 91 pos pemeriksaan baru, untuk melanjutkan upaya mereka guna menghalangi kebebasan bergerak warga Palestina di seluruh Tepi Barat.
Bagi warga Palestina yang tinggal dekat Yerusalem, masalah perjalanan ke kota suci baik untuk bekerja atau untuk kunjungan keluarga adalah hal yang sangat penting. Ketika Israel secara sepihak mencaplok Yerusalem Timur pada tahun 1967, dan ketika itu dibangun dinding rasial di seluruh Tepi Barat, dinding itu telah mengisolasi Yerusalem dari sekitarnya, termasuk kota-kota Ramallah, Bethlehem dan Abu Dis.
Untuk melakukan perjalanan ke Yerusalem atau Israel, warga Palestina diwajibkan untuk mendapatkan izin dari pemerintah Israel, sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan izin.
Israel secara teratur mengubah warna dan stempel pada dokumen perjalanan, dalam bentuk surat idzin, untuk menghindari pemalsuan. Sekarang secara bertahap (pemerintah Israel) mulai memperkenalkan kartu magnetik yang berisi data biometrik untuk dapat melewati berbagai pos pemeriksaan perjalanan dari Tepi Barat ke Yerusalem dan Israel. Surat idzin terus dikeluarkan, tetapi pemerintah Israel tampaknya bertahap membatasi mereka yang berpergian, untuk menggunakan kartu magnetik. Tidak ada pengumuman kapan kartu magnetik itu akan diwajibkan (bagi warganya).
Sebuah studi pada tahun 2014 oleh Applied Research Institute meneliti sisi ekonomi dari
kartu baru itu. “Setiap tahun penjajah Israel mengeluarkan lebih dari 400.000 kartu magnetik bagi warga Palestina, dengan biaya 100 shekel [$US 26] per kartu. Hal ini setara dengan 40 juta shekel [sekitar $US 11.000.000] per tahun,” demikian pernyataan studi tersebut.
Kartu magnetik itu telah beredar beberapa lama, menurut beberapa sumber Palestina, namun pada tahun 2016 Israel memperkenalkan sistem baru dimana orang Palestina diberi sejumlah entri (poin) masuk ke Yerusalem dan Israel, dan entri (poin) ini akan berkurang saat kartu digesekkan di pos pemeriksaan. Kartu biasanya berlaku selama satu tahun, namun dalam kasus tertentu dapat digunakan selama dua tahun.
Warga Palestina dibatasi untuk hanya menggunakan pos pemeriksaan tertentu, sedangkan pemukim Israel dapat menggunakan sembarang pos yang ada. Tujuan perjalanan akan dapat dilacak pada komputer di pos pemeriksaan.
Sami Awad, direktur eksekutif “Holy Land Trust” yang berkantor di Bethlehem, menuturkan kepada Al-Monitor tentang pengalamannya dengan sistem tersebut. Pada awal 2016, Israel memberi kredit kepadanya sejumlah 100 entri untuk tahun ini. “Setiap kali saya menyeberangi pos pemeriksaan Bethlehem-Yerusalem dekat Makam Rachel, kredit saya turun satu entri,” kata Awad. Dia menjelaskan bahwa jika ia telah mengadakan pertemuan di Yerusalem pada pagi hari dan satu lagi di sore hari dan kembali ke Betlehem diantara kedua kegiatan itu, maka dua entri akan dipotong dari kartu miliknya.
Myron Joshua , seorang aktivis perdamaian Israel yang bekerja dengan kelompok-kelompok perdamaian Palestina, dan yang membantu Awad mendapatkan idzin perjalanan untuk bekerja, mengatakan kepada Al-Monitor dalam email, “Bulan-bulan pertama tahun ini menjadi penuh masalah karena adanya pemahaman bahwa orang akan diperbolehkan hanya 100 entri ke Israel. Jadi, kami terapkan [hitungan bulanan] untuk idzin 10 kali atau beberapa kali entri (selama) satu bulan. Idzin untuk beberapa orang (bahkan) berakhir terlalu dini.”
Joshua mengatakan bahwa pemerintah Israel membelok-belokkan kebijakan idzin mereka dalam hal jumlah entri yang diperbolehkan, dan pada bulan April lalu mulai dinaikkan angkanya. “Jumlah entri di-dua-kali-lipatkan menjadi 200 entri per tahun kalender, sehingga seharusnya sekarang jauh lebih baik kondisinya,” katanya.
Joshua mencatat salah satu konsekuensi dari sistem. “Setiap entri tampaknya direkam di bagian itu. Jadi jika seseorang pergi dari Betlehem ke Yerusalem dua kali dalam satu hari, itu dihitung sebagai dua entri. Di sisi lain, seseorang yang menghabiskan beberapa hari di sebuah konferensi hanya akan memiliki satu entri pemeriksaan, “katanya.
Warga Palestina secara resmi tidak diidzinkan untuk menginap di Yerusalem atau Israel, bahkan di rumah kerabat dekatnya, sehingga tidak jelas apakah warga Palestina mendapatkan keuntungan dari sistem kartu ini.
Joshua mengatakan bahwa warga Palestina yang menghadiri konferensi dapat meminta untuk menginap semalam, sepanjang acara berlangsung. “Orang-orang tanpa kartu magnetik bisa mendapatkan idzin untuk satu hari atau dua hari entri. Selain itu, idzin juga dikeluarkan bagi pengawalan warga Palestina yang menjalani perawatan di rumah sakit Israel, tapi ini biasanya terbatas pada dua pendamping per pasien dari keluarga dekatnya,” jelasnya.
Pasal 13 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan, “(1) Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan bertempat tinggal dalam batas-batas setiap negara. (2) Setiap orang berhak untuk meninggalkan negara manapun, termasuk negaranya sendiri, dan juga untuk kembali ke negaranya.”
Awad mengatakan bahwa sistem kartu magnetik baru ini mengingatkannya pada game komputer, yang menyatakan, “Pada setiap persimpangan, idzin entri Anda akan turun, dan sebelum Anda tahu hal itu, Anda telah turun ke entri yang terakhir, dan setelah itu permainan berakhir.”
Sumber : http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2016/05/palestinian-movement-israel-checkpoints-entry-cards.html#