Berita, Opini

Apa Yang Terjadi Saat Penulis Terkenal Pergi Mengunjungi Pemukim Yahudi Garis-keras?

BismilLah.
Kita perlu tahu bagaimana suasana pendudukan (penjajahan) di kota Al-Kholil atau Hebron, Tepi Barat . Inilah sebuah terjemah bebas dari artikel sumber, tulisan William Booth, The Washington Post yang dikutip oleh http://www.independent.co.uk pada tgl.08 Mei 2016

 

Datang dengan sebuah bus turis, yang dikawal oleh mantan penembak senapan mesin Israel yang berbalik menjadi aktivis hak asasi manusia, delegasi internasional dari para penulis (cukup) terkenal datang ke jantung kota tua ini, untuk melihat sendiri bagaimana 850 orang pemukim Yahudi garis-keras, dilindungi oleh 650 tentara muda Zionis Israel, hidup diantara 200.000 orang Palestina yang geram (atas penjajahan).

Para penulis tidak menyukai apa yang mereka lihat. Pemukim (Yahudi pun) tidak suka para penulis, terutama sang tuan rumah (para pemukim).
IMG_38191462463710
Pendudukan militer Israel adalah “ketidak-adilan yang paling pedih, yang (pernah) saya lihat dalam hidup saya,” Michael Chabon, penulis Amerika, pemenang hadiah Pulitzer atas novel “The Amazing Adventures of Kavalier & Clay,” tulis Forward, surat kabar Yahudi, sehari setelah kunjungi Hebron.

“Pembohong!”, para pemukim berteriak ke arah para penulis.

Sepanjang musim panas, 25 novelis akan lakukan perjalanan ke Israel, Tepi Barat dan Jalur Gaza untuk mengumpulkan bahan bagi buku esai, yang akan diterbitkan oleh HarperCollins pada bulan Juni tahun depan (dan secara bersamaan dirilis dalam terjemah enam bahasa).

Buku ini dirancang untuk menandai peringatan 50 tahun pendudukan Zionis Israel atas wilayah Palestina, dan (juga) membuat kejutan politik.

Pihak penyelenggara berharap kata-kata mereka akan menyalakan refleksi, kemarahan, (dan) perubahan. Mereka berpikir bahwa setelah lima dekade liputan berita harian, seringnya mati rasa saat menceritakan “proses perdamaian” yang terhenti dan (adanya) pembunuhan-pembalasan yang berulang, konflik Israel-Palestina membutuhkan hati seorang novelis untuk (dapat) menceritakan kisah-kisah lama dengan cara baru.

Namun pada pagi yang baru saja berlalu di Hebron, para pemukim Yahudi tidak menunggu-nungu buku itu dicetak. Mereka siap untuk menolak usaha (penulisan itu) sekarang.

Seorang pemukim berjenggot abu-abu yang sedang mengemudi mobil, menuruni jalan “Syuhada” sembari menginjak rem, membunyikan klakson dan mulai berteriak pada kelompok (penulis) dan menunjuk pada Yehuda Shaul, mantan sersan kekar dari Angkatan Pertahanan Israel, ia adalah pendiri kelompok anti-pendudukan “Breaking the Silence”.

“Jangan percaya padanya! Dia pengkhianat. Tentara Israel adalah yang terbaik di dunia. Jangan percaya padanya.” Kemudian para pemukim melambai dan menyambutnya,”Shabbat shalom!”, sebelum ia melesat pergi.

Ini adalah yang pertama dari beberapa pertemuan mini dari semua adegan di “Hebron Show”, yang mungkin dirasakan segar oleh para penulis, tapi berulang-kali terjadi. Pemukim disini sering mengejek tur yang dipimpin oleh aktivis sayap kiri.

Lalu anak-anak pemukim, yang dididik dalam rutinitas (lingkungan pemukim), mengelilingi Shaul dan mencoba memblokir jalan, dengan berhati-hati untuk tidak menyentuhnya (serangan fisik terhadap seorang Yahudi Israel sangat mungkin akan dihentikan oleh tentara).

Setelah itu, anak-anak memanggilnya “fatso,” menutupkan tangan mereka ke lensa kamera, yang dibawa oleh para wartawan yang menyertai para penulis, termasuk (wartawan) The Washington Post, dan memberi isyarat jari kepada staf “Breaking the Silence”.

Proyek buku ini dipimpin oleh tim suami-istri, novelis Chabon dan Ayelet Waldman, dibantu oleh Mario Vargas Llosa. Penulis lain (dalam kunjungan itu) termasuk Geraldine Brooks, Colm Tóibín, Cheryl Strayed, Assaf Gavron, Rachel Kushner, Taiye Selasi dan Dave Eggers (yang melakukan perjalanan ke Gaza).

Kunjungan tersebut (adalah hal) kontroversial di Israel, sebagian karena mereka diorganisir oleh Breaking the Silence, sebuah grup tentara Israel saat ini dan mantan tentara Israel, yang menentang pendudukan, dan melakukannya dengan (cara) mengungkapkan bagaimana pendudukan itu terlihat dan terasa, sekaligus upaya menghapuskannya. Banyak orang Israel -terutama 600.000 pemukim Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur- membenci kelompok ini dan upayanya, termasuk kesaksian mereka (melawan pendudukan).

Shaul memimpin para penulis melalui zona steril, dimana orang Palestina dilarang berjalan disana. Toko-toko orang Palestina semuanya tutup, pintu besi yang di-las menutup rumah-rumah. Pasar sayuran dan daging hanyalah kenangan. Beberapa anak-anak Yahudi menendang bola disana. Tentara melewati mereka dengan deruman jip lapis baja, skuad yang dilengkapi senapan otomatis dan pelindung tubuh, mereka mengikuti tur (para penulis) yang berjalan kaki, sebagian besar untuk menjaga adanya pelecehan anak-anak pemukim kepada para penulis.

Pada suatu titik, Chabon berhenti (dan) mengucapkan terima kasih kepada para prajurit, mengatakan dirinya mengerti bahwa mereka masuk ke dalam situasi yang sulit.

Salah seorang tentara muda, yang berambut merah dengan aksen Amerika, mengatakan (kepada) Chabon, “Saya sudah membaca buku Anda, itulah yang terjadi.” Dia jelas seorang penggemar bukunya.

Komandan menyuruh dirinya untuk menjauhinya.

Sejumlah keluarga Palestina tetap tinggal di daerah sekitar pemukiman Yahudi di Hebron. Mereka harus masuk rumah melalui pintu belakang dan atap rumah. Mereka tidak pernah muncul.

“Selamat datang di kota Hebron,” kata Shaul, saat berhenti di sebuah persimpangan kosong. “Ini adalah daerah paling sibuk, bagian yang paling hidup di kota ini.” Dia mengacungkan foto “kondisi sebelumnya” yang menunjukkan kerumunan pembeli di pasar. “Sekarang ia sebuah kota hantu.”

Shaul ceritakan sejarah masa lalu Hebron kepada para penulis.

Disinilah alkisah orang sholih Abraham (Nabi Ibrohim) membeli sebuah gua untuk makam bagi istrinya, Sarah, dan dimana ia dan Abraham, bersama dengan Isaac (Nabi Ishaq) dan Rebecca, juga Jacoob (Nabi Ya’kub) dan Leah, dikuburkan. Ada masjid kuno dan sinagog yang menandai makam itu.

Orang-orang Yahudi terpinggirkan namun tetap menjadi penduduk Hebron selama berabad-abad, mereka dilarang oleh penguasa Muslim untuk memasuki Makam Leluhur (keluarga Nabi Ibarohim). Pada tahun 1929, sebuah gerakan massa Arab membantai sekitar 67 Yahudi disini, memutilasi tubuh mereka. Jika para penulis memasuki museum yang dibangun oleh para pemukim, di rumah sakit Hadassah tua disini, mereka bisa melihat foto-foto tubuh berdarah.

Pada tahun 1967, setelah Perang Enam Hari, Pasukan Pertahanan Israel menguasai Hebron dan sekelompok tentara rabbi menjadi Yahudi pertama yang memasuki makam itu setelah 700 tahun berlalu.

Pada tahun 1994, seorang dokter Amerika warga Israel, bernama Baruch Goldstein masuk masjid dan menyiapkan senapan mesinnya, membunuh 29 warga Palestina dan melukai lebih dari 100 warga lainnya, sampai kerumunan jama’ah mengurungnya dan memukulinya hingga mati. Kejadian ini tidak ada di museum.

Kuburan Goldstein terletak satu mil jauhnya di pemukiman dekat Kiryat Arba. Hari ini, tempat itu menjadi situs ziarah bagi ekstremis Yahudi, yang meninggalkan kerikil di batu nisannya, prasasti memujinya sebagai martir (syuhada versi Yahudi) yang bertangan bersih dan berhati murni.

Para penulis mengunjungi kuburan itu. Waldman mengatakan makam itu menjijikkan bagi dirinya.

Chabon mengatakan tim pasangan (suami-istri) mencari kelompok penulis internasional, yang muda dan mapan, setidaknya Yahudi atau Muslim, untuk bercerita. Mereka tidak mencari orang yang konservatif atau liberal, tapi adil bila dikatakan kelompok ini condong ke-kiri-an. “Tidak ada cara agar kelompok dari beragam dari penulis ini punya sebuah agenda,” kata Chabon.

“Sebenarnya, mereka bisa saja memiliki cukup agenda”, salah seorang pemukim, Danny Cohen, mengatakannya. Ia datang untuk menonton salah satu tetangganya yang berteriak ke arah Shaul.

Cohen bertanya, “Apakah mereka (pemukim) memberitahu Anda, mengapa dua blok ini tertutup bagi orang Arab?” Ya, karena serangan warga Palestina (ada banyak serangan). “Apakah mereka (pemukim) memberitahu Anda bahwa perumahan ini dimiliki oleh orang-orang Yahudi sebelum (kejadian) pembantaian? Mereka (pemukim) tidak memberitahu Anda bahwa orang-orang Yahudi pernah tinggal di sini selama berabad-abad.”

Chabon mengatakan kepada Cohen,” Ya, mereka memberitahu kita semuanya.”

Setiap penulis akan mengejar penelitian mereka sendiri, yang bisa menjadi subyek dari esai mereka. Beberapa topik meliputi: kehidupan malam di Ramallah, sepak bola warga Palestina, tembok pemisah, gemerlap Tepi Barat, tahanan anak di penjara Israel dan pengadilan militer.

“Mereka akan menulis apa yang mereka ingin tulis,” kata Waldman, penulis dari serangkaian novel misteri “Jejak Mama” dan novel terlaris non-fiksi “Ibu Yang Buruk.”

Waldman lahir di Yerusalem, putri seorang kibbutznik. Dia pindah ke Kanada dan kemudian ke Amerika Serikat sebagai seorang anak.

Saat ditanya apakah wisata menyajikan satu sisi dari konflik Israel-Palestina, Waldman mengatakan, “Tidak, tidak sama sekali.”

“Tidak ada dua pihak untuk sebuah penjajahan. Yang ada (adalah) dua sisi dari sebuah konflik, tetapi tidak ada dua pihak untuk sebuah penjajahan,” katanya. “Ada yang dijajah dan ada yang menjajah.”

Waldman menambahkan bahwa dia tidak buta.

“Aku tidak menyangkal kenyataan (adanya) teror, aku tidak menyangkal bahwa ada bus meledak di Yerusalem, juga adanya serangan pisau,” katanya. “Tapi untuk apa buku ini dirancang adalah : memberikan dunia sekilas bagaimana rasanya hidup selama 50 tahun dibawah penjajahan militer.”

Sumber : https://www.washingtonpost.com/world/middle_east/heres-what-happened-when-some-famous-writers-went-to-visit-some-hardcore-jewish-settlers/2016/05/07/54add920-067f-11e6-bfed-ef65dff5970d_story.html

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *